Hukum dan Kriminal

Hambat Pembuatan SHGB, PT AMD Desak BPKAD Bali Segera Beri Kepastian


Denpasar, PancarPOS | PT Agung Manara Development (AMD), perusahaan yang bergerak di sektor real estat, menghadapi kendala serius terkait dengan status legalitas tanah yang baru saja mereka beli, yang terletak di Jalan Bulakan Sari, Lingkungan Banjar Mumbul, Desa Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Kendala tersebut muncul setelah pihak Lurah Benoa, I Wayan Karang Subawa, S.Pd., M.AP, meminta klarifikasi mengenai status tanah tersebut—apakah masuk dalam aset inventaris Pemerintah Provinsi Bali (Pemprov Bali) atau bukan. Permintaan ini menghambat proses pengajuan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk tanah seluas 2,12 hektar yang sudah dibeli PT AMD.

Tanah yang dimaksud tercatat dalam persil DN 56 Benoa 132 dengan luas 1,12 hektar, yang telah dibeli sesuai dengan Akta Pelepasan Tanah. Namun, sampai saat ini, pihak PT AMD belum dapat melanjutkan proses pengajuan SHGB karena adanya keraguan terkait status aset tersebut. Hal ini memunculkan permasalahan yang mengarah pada potensi terjadinya sengketa administratif yang dapat menghalangi pengembangan proyek yang telah direncanakan oleh perusahaan.

Komisaris PT AMD, Dr. A.A. Ngurah Manik Danendra, M.H., MKn., saat BPKAD Bali, yang diwakili oleh Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah, Made Arbawa. (foto: ama)

Dalam upaya untuk mencari solusi, PT AMD mengunjungi kantor BPKAD Bali pada Selasa (14/1/2025) untuk meminta kejelasan mengenai status tanah tersebut. Komisaris PT AMD, Dr. A.A. Ngurah Manik Danendra, M.H., MKn, yang juga seorang notaris, menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan prosedur verifikasi yang sangat teliti sebelum melakukan pembelian tanah tersebut, termasuk berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, seperti Kantor Kehutanan Provinsi Bali dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badung, yang telah memberikan persetujuan agar proses pengajuan SHGB bisa dilanjutkan.

“Sebelum kami membeli tanah tersebut, kami sudah melakukan pengecekan ke beberapa instansi terkait, termasuk Kantor Kehutanan Provinsi Bali dan BPN Badung, yang sudah memberikan persetujuan bahwa tanah tersebut bisa dijadikan dasar untuk pengajuan SHGB. Namun, sekarang kami menghadapi kendala baru yang datangnya justru dari pihak kelurahan yang meminta kejelasan apakah tanah tersebut merupakan aset inventaris Pemprov Bali atau bukan,” ujar Agung Danendra.

Klarifikasi dan Kendala Administratif

Agung menjelaskan bahwa proses pembelian tanah dilakukan dengan penuh kehati-hatian, dan pihaknya sudah memenuhi semua kewajiban administratif yang diperlukan, seperti membayar pajak dan memperoleh Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Namun, setelah transaksi selesai, pihak kelurahan mengajukan pertanyaan mengenai status tanah tersebut, apakah masuk dalam kategori tanah yang dikuasai oleh Pemprov Bali. Permintaan ini muncul meskipun sebelumnya pihak PT AMD telah memastikan bahwa tanah tersebut tidak termasuk dalam aset Pemprov Bali.

1th#ik-001.05/01/2025

“Saya sangat heran dengan sikap Lurah Benoa yang tidak memiliki data yang jelas terkait status tanah tersebut. Bahkan, Lurah mengirimkan surat kepada BPKAD Bali untuk meminta kejelasan mengenai status tanah ini, padahal kami sudah melakukan semua prosedur yang benar. Kami merasa ini seperti upaya untuk menghalangi proses pengembangan yang sudah kami rencanakan,” tambah Agung dengan nada kecewa.

Kewajiban Sertifikasi Tanah oleh Pemprov Bali

Sementara itu, BPKAD Bali, yang diwakili oleh Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah, Made Arbawa, memberikan penjelasan terkait dengan status tanah tersebut. Arbawa mengungkapkan bahwa Pemprov Bali memiliki Peraturan Daerah (Perda) No. 7 Tahun 2018 yang mengatur mengenai penguasaan tanah milik Pemprov Bali. Dalam perda tersebut, tanah yang dikuasai oleh Pemprov Bali dibagi menjadi beberapa kategori, termasuk sawah negara (SN), daratan negara (DN), dan sawah jabatan (SDJ).

Dari catatan yang dimiliki oleh BPKAD Bali, tanah yang tercatat dalam persil DN 56 memiliki luas 2,8 hektar, sementara tanah yang dibeli oleh PT AMD tercatat dalam persil DN 56 dengan luas 1,12 hektar. “Kami memiliki data yang cukup mengenai tanah yang terdaftar di Pemprov Bali, dan kami tidak tahu apakah tanah yang dibeli oleh PT AMD itu berada di lokasi yang sama dengan tanah milik Pemprov Bali. Kami berharap ada kejelasan mengenai hal ini, dan mudah-mudahan lokasi tanah yang dibeli berbeda dengan tanah yang tercatat di inventaris Pemprov Bali,” jelas Arbawa.

1bl#ik-042.19/9/2024

Namun, jika ternyata kedua bidang tanah tersebut berada di lokasi yang sama, maka hanya ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan oleh Pemprov Bali untuk menghapusnya dari daftar aset. Pertama, jika ada keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa tanah tersebut harus dihapuskan dari inventaris, atau kedua, jika ada perintah berdasarkan undang-undang yang mengharuskan tanah tersebut dikeluarkan dari aset Pemprov Bali.

Tantangan Sertifikat dan Pengelolaan Aset

Arbawa juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini, sekitar 606 bidang tanah yang dikuasai oleh Pemprov Bali masih belum bersertifikat, termasuk salah satunya tanah yang terdaftar dalam persil DN 56. “Memang ada beberapa tanah milik Pemprov Bali yang belum bersertifikat, dan tanah yang menjadi sorotan ini termasuk salah satunya. Kami akan terus berupaya agar proses sertifikasi tanah dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Arbawa.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa setiap masalah hukum terkait dengan tanah milik Pemprov Bali harus diselesaikan oleh Tim Hukum yang ada di BPKAD, dan segala langkah selanjutnya akan mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku. “Jika memang ada keputusan pengadilan yang sah atau perintah undang-undang yang mengharuskan penghapusan tanah ini dari inventaris Pemprov Bali, kami akan melaksanakan sesuai dengan ketentuan tersebut,” tambah Arbawa.

Tindakan Hukum Jika Tidak Ada Kepastian

Sementara itu, PT AMD mengungkapkan bahwa mereka merasa dirugikan atas ketidakjelasan status tanah ini. Jika permasalahan ini tidak dapat diselesaikan dengan baik dan tidak ada kepastian hukum terkait status tanah yang telah mereka beli, pihak PT AMD mengancam akan mengambil langkah hukum untuk mendapatkan haknya dan melanjutkan pembangunan yang telah direncanakan di lokasi tersebut.

1th#ik-043.29/11/2024

“Proses ini sudah terlalu lama tertunda, dan kami merasa ada upaya untuk menggagalkan rencana kami. Kami akan mempertimbangkan untuk membawa masalah ini ke ranah hukum jika tidak ada solusi yang jelas. Kami hanya meminta agar semua pihak memberikan kepastian hukum mengenai status tanah ini, agar kami dapat melanjutkan pembangunan dengan tenang,” tegas Agung Manik Danendra.

Masalah status tanah yang belum jelas ini menciptakan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan PT AMD dalam pengembangan proyek properti yang mereka rencanakan. PT AMD berharap agar pihak BPKAD Bali dapat segera memberikan kepastian mengenai status tanah tersebut, apakah itu aset milik Pemprov Bali atau bukan, agar proses administrasi dan pembangunan dapat berjalan lancar. Jika tidak ada kejelasan dalam waktu dekat, PT AMD akan mengambil langkah hukum untuk memastikan hak-hak mereka terlindungi dan proyek dapat dilanjutkan tanpa hambatan lebih lanjut. lit/ama/ksm



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button