Politik dan Sosial Budaya

Kontroversi Wisata Halal di Bali: Sada Dego Tegaskan Bali Tetap Mengutamakan Adat dan Budaya


Badung, PancarPOS |.Isu mengenai kemungkinan pengembangan wisata halal di Bali kembali mencuat, seiring dengan pernyataan Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Enik Ermawati, atau yang lebih dikenal dengan Ni Luh Puspa. Ia menyebutkan bahwa ada peluang wisata halal akan terus diperkenalkan di Pulau Dewata. Namun, tanggapan keras datang dari anggota DPRD Badung, I Made Sada, A.Md.Par., SH., MH., yang menegaskan bahwa Bali harus tetap mengutamakan adat dan budaya sebagai fondasi utama dalam sektor pariwisata.

1bl#ik-042.19/9/2024

Dalam perbincangannya dengan awak media di Kantor DPRD Badung, Senin (30/12/2024), Sada Dego, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa Bali telah lama dikenal dunia berkat kekayaan adat dan budaya yang terpelihara dengan baik. Menurutnya, Bali bukan hanya sekadar destinasi wisata, tetapi juga tempat untuk menghargai dan melestarikan tradisi yang telah ada sejak lama.

“Bali tetap mengacu pada adat budaya, bagaimana cikal bakal Bali yang diakui dunia. Kita dikenal dengan upacara adat dan budaya yang menjadi bagian penting dalam pariwisata Bali. Saya kelahiran Legian, dan saya selalu mengaitkan budaya dan adat Bali yang diutamakan dalam pariwisata,” ujar Sada Dego dengan tegas.

Ketua Komisi II DPRD Badung ini, juga menambahkan bahwa Bali sudah sangat erat kaitannya dengan konsep wisata berbasis budaya dan keindahan alam. Oleh karena itu, pengenalan konsep wisata halal di Bali menurutnya bisa menciptakan ketegangan dan berpotensi menyinggung berbagai elemen masyarakat, terutama dalam hal kebhinekaan yang menjadi ciri khas Bali.

1th#ik-030.1/8/2024

“Kalau wisata halal itu diterapkan, bisa berujung pada isu SARA. Bali itu lebih cocok dengan konsep wisata adat dan budaya. Kami di Bali sudah sangat terbuka dengan berbagai produk halal yang diterapkan di restoran atau tempat makan tanpa harus mengubah atau menekankan hal tersebut,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sada Dego menjelaskan bahwa masyarakat Bali sudah sangat terbiasa dengan pilihan makanan halal yang tersedia di banyak restoran dan warung makan tanpa perlu ada penekanan khusus pada jenis makanan yang disajikan. “Makanan akan dipilah sesuai dengan keinginan pengunjung, tanpa perlu ada pengumuman bahwa babi tidak disajikan. Itu sudah otomatis tanpa perlu diungkapkan lebih jauh,” katanya.

Terkait dengan kewajiban bagi penerima tamu untuk memakai jilbab, Sada Dego juga mengkritik ide tersebut. Menurutnya, hal ini akan bertentangan dengan semangat kebhinekaan yang selama ini menjadi karakter masyarakat Bali. “Kalau ada daerah lain yang menerapkan kebijakan seperti itu, silakan. Tapi, di Bali kita harus menjaga semangat kebhinekaan. Bali adalah tempat di mana semua suku, agama, dan budaya dapat hidup berdampingan, dan hal ini harus kita pertahankan dalam dunia pariwisata,” tegasnya.

1th#ik-043.29/11/2024

Sada Dego juga menyatakan bahwa Bali tidak perlu lagi mengkaji ulang kebijakan mengenai wisata halal. Ia mengingatkan bahwa Bali sudah cukup dengan wisata budaya yang sudah diterima dan dikenal di dunia internasional. “Kita tidak perlu mengkaji ulang lagi kebijakan ini. Bali sudah jelas dengan wisata adat dan budaya, dan sudah banyak produk halal yang diterapkan di masyarakat. Hal ini tidak perlu ditambahkan dengan konsep-konsep halal seperti yang sedang dibicarakan,” tambahnya.

Sebagai penutup, Sada Dego menegaskan bahwa Bali harus tetap mempertahankan identitasnya sebagai tujuan wisata yang mengutamakan adat dan budaya lokal yang kaya, serta menghormati kebhinekaan yang ada. Bali harus tetap menjadi destinasi pariwisata yang tidak hanya mengedepankan komersialisasi, tetapi juga melestarikan tradisi dan budaya yang menjadi kekuatan utama dalam menarik wisatawan dari seluruh dunia. ama/ksm



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button