Nasional

Atasi Krisis Gas Elpiji 3 Kg di Bali, Kesuma Kelakan Reaksi Cepat Dorong Perbanyak Pangkalan dan Perketat Distribusi


Denpasar, PancarPOS | Antrean panjang yang mengular di sejumlah pangkalan gas Elpiji 3 Kg di Bali kembali menjadi sorotan tajam. Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, IGN Kesuma Kelakan, menegaskan bahwa masalah ini harus segera ditangani dengan cepat dan efektif. Ia menyatakan bahwa sudah melakukan koordinasi langsung dengan Direktur Utama Pertamina Wilayah V JatimBaliNusra untuk memastikan distribusi gas bersubsidi ini tidak terganggu lebih lama lagi. Langkah-langkah strategis pun segera diambil untuk mengatasi kekacauan yang telah mempengaruhi ribuan warga Bali, terutama mereka yang bergantung pada gas Elpiji 3 Kg sebagai kebutuhan pokok.

Kesuma Kelakan menjelaskan bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Migas No. B-24461/MG.05/DJM/2022, yang mulai berlaku pada 1 Februari 2025, menjadi salah satu penyebab utama ketegangan yang terjadi. Dalam edaran tersebut, tercatat bahwa gas Elpiji 3 Kg yang disubsidi oleh pemerintah tidak lagi dapat dibeli di eceran. Pembelian gas harus dilakukan melalui pangkalan resmi. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga agar subsidi yang sangat besar dari APBN tetap tepat sasaran dan agar harga gas tidak melambung akibat praktik penimbunan.

Antrean pembelian gas elpiji 3Kg yang memanjang di berbagai tempat penjualan juga menjadi keluhan tersendiri bagi masyarakat. (foto: ist)

“Keputusan ini diambil karena penimbunan gas bisa menyebabkan harga gas Elpiji 3 Kg melonjak drastis. Bisa mencapai Rp30.000 hingga Rp35.000 per tabung, padahal harga HET (Harga Eceran Tertinggi) gas Elpiji 3 Kg di Bali hanya Rp18.000. Ini adalah kebijakan yang sangat penting, tetapi tidak cukup hanya sampai di sini. Pertamina harus bergerak cepat,” ujar Kesuma dengan tegas kepada PancarPOS.com, pada Senin, 3 Februari 2025.

Meski kebijakan tersebut bertujuan baik, kenyataannya jumlah pangkalan gas di Bali masih sangat terbatas. Di seluruh Bali, hanya terdapat sekitar 5.000 pangkalan, sementara setiap desa atau kelurahan hanya memiliki 4 pangkalan yang dirasakan tidak memadai. Padahal, jumlah pangkalan yang terbatas ini menyebabkan antrean panjang, bahkan sering kali memaksa masyarakat untuk membeli gas di luar pangkalan resmi dengan harga yang lebih tinggi.

“Pangkalan gas di Bali ini harus diperbanyak. Setiap desa, kelurahan, atau bahkan kecamatan seharusnya memiliki lebih dari sekadar empat pangkalan. Kami minta agar Pertamina mempercepat pendirian pangkalan-pangkalan baru dan memastikan distribusi berjalan dengan lancar. Setiap pangkalan seharusnya bisa mensuplai lebih banyak tabung, minimal 100 tabung per hari. Tidak bisa hanya 50 tabung per pangkalan,” tegas Kesuma Kelakan.

Kelangkaan pasokan gas melon (LPG 3 kg) di sejumlah pangkalan. (foto: ist)

Selain masalah jumlah pangkalan, Kesuma juga menyoroti kebijakan pembelian gas yang saat ini hanya mengandalkan identitas KTP dan NIK sebagai syarat utama. Meskipun hal ini bisa mempermudah proses pembelian bagi warga, namun sistem ini memiliki celah yang memungkinkan pembelian gas secara berulang di berbagai pangkalan, tanpa adanya pembatasan. Akibatnya, orang-orang yang sebenarnya tidak berhak mendapatkan gas bersubsidi bisa mengakumulasi lebih dari satu tabung dalam sebulan, sementara warga miskin yang benar-benar membutuhkan malah kesulitan mendapatkan pasokan.

“Sistem ini jelas lemah. Pembeli bisa membeli gas di satu pangkalan dengan menggunakan KTP, kemudian membeli lagi di pangkalan lain tanpa ada kontrol yang jelas. Hal ini harus dihentikan. Kita harus memiliki sistem yang terintegrasi dan ketat, di mana setiap pembelian gas dicatat dan dibatasi per KTP atau NIK. Misalnya, maksimal 4-5 tabung per bulan. Jika lebih, maka harus ada kebijakan khusus untuk memastikan siapa yang berhak menerima lebih banyak,” kritik Kesuma dengan tegas.

Kesuma juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap distribusi gas Elpiji 3 Kg. Menurutnya, saat ini pengawasan masih sangat lemah dan sulit dikendalikan. Dalam banyak kasus, distribusi gas yang tidak tepat sasaran menyebabkan warga yang tidak membutuhkan gas subsidi justru bisa mengaksesnya. Oleh karena itu, sistem pengawasan yang lebih ketat dan terkoordinasi antar pihak perlu segera diterapkan.

Insert foto: Ket foto: IGN Kesuma Kelakan selaku Anggota Komisi VIII DPR RI. (Ist/Dok)

“Pengawasan di lapangan masih sangat lemah, dan kami harus bisa bekerja sama dengan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, aparat keamanan, dan Pertamina untuk memastikan distribusi ini bisa tepat sasaran. Kami juga harus memiliki sistem yang terhubung secara langsung dengan data kemiskinan di masing-masing daerah. Dengan begitu, hanya warga yang benar-benar miskin yang bisa mendapatkan gas bersubsidi ini,” tambahnya.

Kesuma menegaskan bahwa kebijakan dan perubahan yang diusulkan harus segera diterapkan dalam waktu dekat. Keberhasilan kebijakan ini, menurutnya, sangat bergantung pada kerja cepat dan kolaborasi yang baik antara pemerintah pusat, daerah, dan Pertamina. “Jangka pendeknya, distribusi gas harus dipercepat dan pengawasan harus diperketat. Dalam waktu secepatnya, kami harus menciptakan sistem yang lebih baik dan terintegrasi,” ujarnya, mengakhiri.

Dengan semakin kompleksnya masalah distribusi gas Elpiji 3 Kg, solusi konkret dan cepat dari semua pihak terkait akan menjadi kunci untuk mencegah krisis energi yang lebih besar. Keterbatasan pangkalan, sistem pembelian yang longgar, dan pengawasan yang tidak optimal, semuanya harus segera diatasi agar masyarakat Bali, terutama yang kurang mampu, tidak menjadi korban dari ketidakteraturan distribusi gas subsidi ini. ama/ksm



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button