Hukum dan Kriminal

Ingin Kuasai Lahan di Bali, Investor Luar Kembali Nekat Reklamasi Loloan di Desa Pererenan


Badung, PancarPOS | Aktivitas reklamasi atau kegiatan pengurugan lahan yang nekat dilakukan oleh investor luar di loloan atau aliran sungai kawasan Pantai Lima, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Badung kembali menjadi sorotan. Aktifitas ilegal yang sudah berjalan selama seminggu lebih tersebut terkesan ingin menguasai tanah yang hingga kini masih berada dalam sengketa hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar. Lahan yang diurug oleh investor dengan menurunkan sejumlah alat berat dan truk pengangkut tanah berplat nopol luar Bali tersebut, adalah tanah timbul di aliran sungai bausan sudah dijuasai dan dirawat turun temurun masyarakat adat pererenan, serta di lokasi pernah berdiri Pura Menega atau Pura Nelayan yang sudah dicatan dalam awig-awig desa tahun 2021 sebagai tanah pedruen desa adat yang ada dalam wilayah wewidangan Desa Adat Pererenan

Desa Adat Pererenan melalui kuasa hukumnya, I Wayan Koplogantara, SH., mengungkapkan bahwa pihak investor yang dalam informasi yang beredar bernama Daniel, tidak memiliki izin untuk melakukan reklamasi atau pengurugan tanah di kawasan tersebut. “Mengurug atau mereklamasi tanah dengan alasan membantu desa Pererenan itu tidak masuk akal, apalagi jika tidak ada niat untuk menguasai atau menjadikannya hak milik. Tanah ini sudah menjadi wewidangan desa adat selama ratusan tahun dan masuk dalam padruwen desa adat Pererenan,” ujar Koplogantara, saat dihubungi, pada Senin (22/1/2025).

Ratusan warga Desa Adat Pererenan melalui kuasa hukumnya, Advokat I Wayan Koploganantara, SH., MH., mengajukan gugatan ke PTUN Denpasar, pada Rabu (18/9/2024). (foto: ama)

Ia menegaskan bahwa tanah yang sedang direklamasi itu masih dalam status sengketa hukum di PTUN Denpasar. Desa Adat Pererenan telah mengajukan gugatan terkait hak atas tanah tersebut. “Luasnya 26 are, dan dalam sidang yang digelar, saksi-saksi yang dihadirkan tidak dapat menunjukkan sertifikat hak milik atas tanah ini. Oleh karena itu, tidak ada dasar hukum bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung untuk memberikan izin atau bekerja sama dengan investor dalam kegiatan reklamasi ini,” tambah Koplogantara.

Desa Adat Pererenan merasa sangat keberatan dengan adanya proyek reklamasi ini, mengingat tanah tersebut bukan hanya milik negara, tetapi juga bagian dari tanah yang sah dikelola oleh desa adat. “Jika tanah tersebut akan diurug atau direklamasi, seharusnya ada izin yang jelas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tidak semudah itu mengurug tanah tanpa melalui prosedur yang benar,” kata Koplogantara dengan tegas.

Lebih lanjut, Koplogantara menjelaskan bahwa dalam pertemuan sebelumnya antara Desa Adat Pererenan dan Pemerintah Kabupaten Badung, telah disepakati bahwa tanah di Tukad Bausan bukan untuk pembangunan atau peruntukan lainnya tanpa izin desa adat. “Tanah ini sudah menjadi hak adat yang dijaga turun-temurun. Kami menuntut agar kegiatan reklamasi ini dihentikan segera. Jika tidak, kami tidak segan-segan untuk melaporkan tindakan ini ke pihak kepolisian,” tegasnya.

Proyek penataan Pantai Lima di Jalan Babadan, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. (foto: ama)

Sebelum kegiatan reklamasi ini muncul, Desa Adat Pererenan melalui kuasa hukumnya telah mengirimkan somasi kepada Bupati Badung dan beberapa pihak terkait, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta PT Pesona Pantai Bali, yang bertindak sebagai investor atau penyewa lahan negara tersebut. Langkah ini diambil setelah terungkapnya bahwa Pemkab Badung telah melakukan reklamasi ilegal di Sungai Surungan, yang menghasilkan tanah timbul seluas 70 are.

Pada pertemuan yang digelar pada 15 Juni 2024, baik desa adat maupun desa dinas sepakat menolak segala bentuk pembangunan atau perizinan yang dikeluarkan oleh Pemkab Badung kepada investor di tanah negara tersebut. “Kami telah melakukan somasi untuk mencari solusi atas masalah ini. Kami tidak ingin lahan itu dibangun tanpa persetujuan dari pihak adat. Masyarakat Pererenan menolak keras jika tanah itu dimanfaatkan tanpa memperhatikan hak adat yang sudah ada,” ujar Koplogantara.

Masalah ini juga telah menarik perhatian jajaran DPRD Badung dengan melakukan kunjungan lapangan ke Desa Pererenan untuk meninjau langsung lokasi proyek reklamasi dan mendengarkan aspirasi masyarakat serta pemerintah setempat. Desa Adat Pererenan dan sejumlah warga menduga bahwa tujuan utama investor asing tersebut adalah untuk menguasai tanah yang tengah direklamasi. “Investor ini jelas ingin menguasai lahan tersebut. Kami sudah meminta pihak kelian desa adat dan pecalang untuk segera menghentikan proyek pengurugan ini. Jika dibiarkan terus, bisa-bisa tanah yang menjadi milik adat ini hilang begitu saja,” tambah Koplogantara.

Proyek penataan Pantai Lima di Jalan Babadan, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. (foto: ama)

Desa Adat Pererenan menegaskan komitmennya untuk menjaga kelestarian dan hak-hak adat atas tanah tersebut. “Ini bukan hanya soal reklamasi atau proyek, tetapi ini tentang hak adat yang sudah dijaga turun-temurun. Kami akan terus memperjuangkan tanah ini agar tidak jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.Dengan adanya aktifitas pengurugan ini, Desa Adat Pererenan berharap pihak-pihak terkait dapat memberikan solusi yang adil dan tidak merugikan masyarakat serta kelangsungan adat yang ada.

Jika aktivitas reklamasi terus berlanjut tanpa adanya izin yang sah, Desa Adat Pererenan berencana untuk membawa masalah ini ke jalur hukum dan melaporkan tindakan tersebut kepada pihak kepolisian. Desa Adat Pererenan juga akan terus memantau perkembangan hukum terkait sengketa tanah ini yang kini tengah diproses di PTUN Denpasar. ama/ksm



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button