Usaha Tenun Ikat Putri Ayu Tidak Pernah Berhenti Berdenyut, Merchant BRI Bawa Solusi
Gianyar, PancarPOS | Gianyar sebagai salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Bali memiliki banyak destinasi sebagai pusat kesenian dan kerajinan, seperti di Desa Blahbatuh dengan pertenunan Putri Ayu yang merupakan penghasil kain Endek yang merupakan icon Pulau Bali. Endek merupakan tenun ikat khas Bali, mulai berkembang sejak tahun 1985, yaitu pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung. Pesatnya perkembangan kain Endek sebenarnya di mulai di Desa Sulang, Kabupaten Klungkung yang terus menjalar ke daerah lainnya, termasuk di Desa Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Di antaranya, pengrajin kain tenun ikat, Ida Bagus Adnyana, juga bertekad untuk terus melestarikan kerajinan tradisional ini. Hal itu dilakukan untuk menjaga keberlanjutan budaya khas kain tenun ikat di Gumi Seni ini. Pengrajin yang telah menggeluti usaha sejak tahun 1980 ini, mengaku sengaja sempat beralih usaha untuk mengembangkan berbagai inovasi, saat masa kejayaan kain tenun ikat pada tahun 1990 silam. Putri Ayu pun perlahan bangkit dan berkarya dengan mengikuti program Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang didukung penuh oleh perbankan, terutama dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., khususnya sebagai Merchant BRI yang membawa solusi untuk mengembangkan usaha kerajinan kain tenun ikat hingga sekarang.
Putri Ayu merupakan nama yang melambangkan seorang gadis berparas ayu dan cantik. Nama ini dipakai sebagai logo di pabrik Tenun Ikat Putri Ayu. Perusahaan ini sendiri telah berdiri sejak tahun 1991 yang berlokasi di Jl. Lapangan Astina Jaya, Desa Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Awal berdirinya Putri Ayu hanya mempunyai 5 buah alat tenun, dan kemudian di tahun 1995 bertambah menjadi 40 alat tenun. Pada tahun 1997 Perusahaan Tenun Putri Ayu mengembangkan ide pembuatan kain tenun dengan teknik Air Brush dan penggunaan warna alam (Natural Color). Seiring berkembangnya ide pembuatan kain tenun dengan teknik tersebut, Tenun Ikat Putri Ayu sering mendapatkan kunjungan Pemerintah Pusat dan Daerah dari seluruh Indonesia terkait inovasi yang dilakukan. Selama perjalanannya, kini telah meraih berbagai penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat, termasuk Provinsi Bali dan Pemkab Gianyar, atas prestasinya dalam melestarikan warisan budaya dan menghasilkan produk berkualitas tinggi dari keindahan kain tenun yang memadukan tradisi dengan berbagai inovasi.
Kini sudah 33 tahun Tenun Ikat Putri Ayu berdiri, namun usaha yang dirintis Ida Bagus Adnyana itu tetap berdiri kokoh. Meskipun dampak pandemi Covid-19 telah memaksa sektor pariwisata di Bali lesu darah, tapi ternyata tidak membuat Tenun Ikat Putri Ayu tumbang, karena bisa tetap bertahan dengan kreasi dan inovasi yang terus berkembang. Apalagi, Ida Bagus Adnyana, sebagai pendiri Tenun Ikat Putri Ayu, juga lahir dari keluarga yang penuh dengan kecintaan terhadap seni dan keterampilan tangan. Ayahnya seorang perajin dan ibunya seorang pebisnis murni. Setelah kuliah di STIPER (Sekolah Tinggi Perkebunan) Jogjakarta, Ida Bagus Adnyana awalnya hanya mewarisi usaha penyosohan padi (selip padi) dari orang tuanya. Namun, dorongan untuk mencoba peruntungan di dunia pertenunan membawanya ke perjalanan yang luar biasa. Dengan semangat inovasi, ia telah mengembangkan beragam desain dan motif kain tua, termasuk motif kain gringsing, serta teknik seperti ikat dan air brush. “Motif-motif kami sering mengambil inspirasi dari keindahan alam, terutama tumbuhan, dengan tetap mempertahankan akar kami yang kuat dalam kain gringsing hingga bebalian (huruf aksara Bali, red),” ungkapnya.
Saat ditemui di ruang kerjanya di pabrik Tenun Ikat Putri Ayu, pada Senin (18/3/2024), suami dari Ida Ayu Putri Sugiantini ini, mengaku tengah mengembangkan motif-motif timbul tiga dimensi yang memukau dengan meningkatkan peralatan tenun, termasuk gedogan, ATBM, dobi, dan jagad. Karena itulah, pada tahun 2021, ia merasa bangga dipercaya untuk memproduksi kain motif DIOR yang digunakan dalam perhelatan mode bergengsi internasional. Dalam upaya pemasaran, ia memilih untuk membuka showroom dan workshop di lokasi yang nyaman di sebelah timur Lapangan Astina, Gianyar. “Kain-kain kami tidak dijual di pasar-pasar tradisional, namun dipamerkan secara eksklusif di showroom dan galeri kami. Salah satu motif unggulan kami, motif Gringsing Rawa Rontek, telah di-HAKI-kan. Saat ini, kami juga sedang memproduksi desain baru dengan motif bebalian atau aksara Bali yang bernama Anacaraka,” katanya, seraya mengaku mampu mempertahankan usahanya di tengah pandemi Covid-19 yang menurunkan daya beli masyarakat ke titik nadir bukan perkara mudah bagi Tenun Ikat Putri Ayu yang mempekerjakan 40-an penenun.
Tenun Ikat Putri Ayu begitu suntuk mengembangkan kain Tenun Endek Bali dengan berbagai inovasi. Tidak saja merambah pasar lokal, juga hingga ke mancanegara. Jepang dan negara-negara di Eropa adalah salah satu pasarnya yang paling menjanjikan. Sejak tahun 1995 hingga 2015, Tenun Ikat Putri Ayu sudah banyak belajar dari kerja sama ini. Walau diputus tahun 2015 karena tsunami Jepang, namun Tenun Ikat Putri Ayu banyak mendapatkan pelajaran. Selain terus berkreasi dan berinovasi dengan motif-motif nuansa Bali-nya yang kuat, Gubernur Bali, Wayan Koster mengeluarkan surat edaran (SE) Nomor 04 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/ Kain Tenun Tradisional Bali, dengan mewajibkan ASN dan masyarakat di Bali menggunakan kain tenun Endek Bali setiap Selasa, serta Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali secara serentak di seluruh Bali yang digunakan setiap Hari Kamis, Hari Purnama, Hari Tilem, dan Hari Jadi Provinsi Bali, yang juga harus menggunakan kain Tenun Endek Bali memantik daya beli masyarakat untuk menggunakan kain Tenun Endek Bali. ’Pergub Bali tentang penggunaan pakaian adat Bali setiap hari Kamis buat ASN ke kantor telah berdampak meningkatnya permintaan akan kain Tenun Endek Bali,’’ beber Ida Bagus Adnyana.
Karena itu, kehilangan pasar Jepang tidak membuat Tenun Putri Ayu patah semangat. Ia mulai mengintensifkan pasar lokal Bali. Walau hasilnya stagnan tetapi masih bisa mempertahankan 40 penenunnya yang tetap bekerja saban hari, bahkan banyak di antaranya diajak bekerja sejak tahun 1991. Pelajaran yang paling berharga adalah soal kecepatan dan ketepatan. Toleransi dari desain Jepang mesti tepat membaca sebuah motif, kerapian, jelas, tegas, dan rata, termasuk ketahanan pewarnaan serta penyempurnaan finishing. Wajar saja saat ini, tidak saja permintaan dari lembaga swasta, juga banyak dari kantor pemerintahan, seperti Pemkab Badung yang sempat pesan kain Endek dengan motif Ancak Saji warna merah untuk seragam SD, motif Sekar Jepun Barak untuk pegawai Pemkab Badung, motif Sekar Pucuk Rejuna untuk Pemkab Gianyar dan lain-lain. Termasuk 23 ribu meter pesanan dari Dinas Kebudayaan Bali yang harus selesai dalam waktu 3 bulan. Tenun Ikat Putri Ayu hanya memiliki kapasitas 40 alat tenun yang rata-rata dalam sehari memproduksi 2 meter per 1 buah alat tenun. Untuk memenuhi permintaan, Tenun Ikat Putri Ayu berbagi kue dengan perusahaan tenun yang ada di Gianyar, Klungkung dan Bangli. “Rata-rata harga per potong dari Rp1,5 juta sampai Rp2 juta sesuai dengan bahan, warna dan tingkat kesulitannya. Jadi kalau omzetnya kira-kira Rp100 juta sampai Rp150 juta sebulan, karena hanya bisa memproduksi seribu meter kain tenun dengan harga kurang lebih Rp100 ribu per meter,” bebernya.
Ia juga mengaku merasakan dampak yang luar biasa dari kerja sama Pemerintah Provinsi Bali dengan pihak Christian Dior soal mempromosikan Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia untuk Tenun Endek Bali dalam rancangan busana Christian Dior musim semi dan musim panas tahun 2021 lalu. Apalagi Tenun Ikat Putri Ayu terpilih sebagai penyedia kain Tenun Endek Bali yang dipesan pihak Christian Dior. ‘’Kami berterima kasih sekali kepada Bapak Gubernur Bali yang sudah menerbitkan Pergub menggunakan pakaian adat Bali tiap hari Kamis dan kerja sama dengan Christian Dior. Begitu juga dengan Ibu Dekranasda Bali, Ibu Putri Koster yang selalu memperjuangkan dan mempromosikan kain Tenun Endek Bali di dunia internasional,’’ ujar pengusaha kelahiran 9 Mei 1954 itu. Ida Bagus Adnyana meyakini ada taksu yang didapatkan dari hasil karya seni buah tangan tenun tradisional. Sudah seringkali terjadi ketika penenun menemukan kesulitan tinggi, saat akan menyelesaikan motif tenunannya hingga bernangis-nangis justru hasilnya malah dicari dan diburu pembeli, seperti motif unggulan kain Bebali atau motif dengan huruf-huruf Bali yang telah diciptakan. “Bisa dipakai untuk kain melakukan yadnya atau upacara metatah atau potong gigi, sehingga harusnya memakai kain Bebali Anacaraka. Ada juga kain Kekajang untuk upacara pengabenan. Ini kain kekhususan punya Putri Ayu yang belum diperkenalkan. Nanti di PKB Tahun 2024 akan kami pamerkan,” tegasnya.
Ida Bagus Adnyana mengaku tidak pernah kecewa dengan hasil kerja penenunnya. Ia mengingatkan justru dengan cara halus sebagai cambuk meningkatkan karya bermutu. Melalui kreativitas dan inovasi yang selalu dikedepankan Tenun Ikat Putri Ayu, akhirnya membuahkan hasil. Di antaranya menerima Paramakarya Penghargaan Kualitas dan Produktivitas tahun 2009, Penghargaan Kreasi Prima Mutu oleh Presiden Republik Indonesia tahun 2011, dan Anugerah Kreativitas Inovasi Masyarakat Hakteknas XIV tahun 2019. Tenun Ikat Putri Ayu tidak hanya memproduksi spesial edisi dengan alat tenun bukan mesin, tetapi juga berinovasi menggunakan alat mesin yang dikombinasikan dengan alat tenun tradisional. Beberapa jenis produk tekstilnya, seperti kain Tenun Ikat (Endek), kain Songket, kain Tenun Dobby serta kain tenun inovasi penggabungan beberapa teknik tenun. Bahkan, ia bercerita tahun 1997, Tenun Ikat Putri Ayu mengembangkan ide pembuatan kain tenun dengan teknik air brush dan penggunaan warna alam (natural Color). Pada tahun 2007, Tenun Ikat Putri Ayu meluncurkan produk baru, yaitu Tenun Ikat Songket dengan sistem kartu. Hasil kreativitas inovasi Alat Tenun Tradisional (ATBM) dengan Sistem Kartu/ Jacquard ini, mempunyai kelebihan di mana proses untuk satu lembar songket dapat diselesaikan dalam satu hari dengan lebar standar tanpa sambungan guna mempercepat produksi.
Tenun Ikat Putri Ayu memang tidak pernah berhenti berdenyut dan akan terus berkreasi dan berinovasi mengikuti arus terkini, sebagai budaya kearifan lokal kain Tenun Endek Bali yang terbukti ikut mengantarkan Tenun Endek Bali menemukan jati diri. Karena itulah, saat pemesanan kain tenun turun drastis, sehingga omset yang didapat juga ikut turun, maka pada saat itu dirinya mendapat angin segar, karena mendapat bantuan dari perbankan, termasuk pinjaman modal sebagai merchat dari BRI. Kerja sama dengan semua bank dilakukan, termasuk BRI sejak tahun 1991 dari awal usaha penuh dengan tantangan dan peluang. Pinjaman diberikan dari kredit lunak sampai kredit lainnya dengan bunga komersil untuk mengembangkan usaha dengan mendirikan toko atau Store Tenun Ikat, Air Brush dan Batik Putri Ayu di Jalan Diponogoro No.51, Denpasar. Saat ini, ia mengaku juga sedang mengajukan kredit usaha rakyat atau KUR BRI untuk mendapat bantuan kredit dengan bunga yang lebih kecil. “Khusus BRI dapat fasilitas kredit sejak 10 tahun lalu dengan sistem RC atau rekening koran dan terus kami perpanjang. Namun untuk KUR masih dalam proses. Dari Rp1 miliar sampai sekarang masih sisa sekitar Rp500 juta,” paparnya.
Ida Bagus Adnyana yang selama ini didampingi oleh Heribertus Edi Yustianto selaku Managemen Tenun Ikat Putri Ayu mengakui usaha produksi kain tenun ikat ini, memang tidak bisa lepas dari peran bantuan perbankan. Saat itu pinjaman tersebut, digunakan untuk proses pemasaran, hingga menambah alat tenun. Sementara itu, salah satu kunci kesuksesan dalam usaha ini, juga tidak terlepas dari namanya digitalisasi. Berkaca dari masa pandemi lalu, di mana aspek kehidupan hingga pekerjaan manusia beralih menjadi digital. Untuk itu, perkembangan teknologi menurutnya saat ini sangat penting untuk dapat mendukung perkembangan, pemasaran serta kemajuan usaha. Ia mencontohkan, seperti acara pameran, pembeli kebanyakan melakukan transaksi pembayaran melalui QRIS (transaksi scan barcode) sebagai Merchant BRI ketimbang transaksi secara langsung. ” Khususnya saat pameran dipakai QRIS dan mesin EDC BRI. Seperti saat Pameran Bali Mall dan PKB selama ini, Putri Ayu juga dipercaya ikut pameran, karena selalu menampilkan pajangan dengan pilihan kain dengan motif khusus. Selain itu, fasilitas QRIS juga saya sediakan di galeri toko. Untuk reseller, apalagi juga ada dilengkapi aplikasi BRImo di smartphone, biasanya untuk mengecek transaksi pembayaran dari konsumen,” jelas pria asal Jogjakarta ini.
Sayangkan, kini jumlah para penenun semakin minim, akibat kurangnya generasi muda yang berminat untuk meneruskan warisan leluhur, sehingga masih perlu dikawal dari hulu ke hilir, yakni mulai dari pemberian pemahaman taktik, teknik dan strategi pemasaran yang nantinya akan mampu mensejahterakan kehidupan dengan maksud mampu merevolusi hasil produksi yang dibuat. Seperti dikatakan salah satu penenun dari Tenun Ikat Putri Ayu, Jro Mangku Kadek Artini mengakui sejak masih belia sudah selama 25 tahun lebih bekerja menjadi pengrajin tenun ikat tradisional ini. Namun sampai saat ini, perempuan yang telah memiliki dua anak laki dan perempuan itu, tidak ada satu pun yang mau melanjutkan tradisi menenun ini. “Padahal kan kerjanya bisa bebas dan tidak terikat waktu, tapi tidak ada yang mau belajar menenun, dan malah memilih kerja di Hotel dan yang lagi satu menjadi penata rias. Jadi tradisi menenun ini bisa punah, karena anak-anak tidak mau melanjutkan, katanya sulit menenun ini. Padahal penghasilannya lumayan sehari bisa menghasilkan 2 meter kain tenun dari pagi hingga sore,” kata warga Banjar Perangsada, Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar itu.
Di sisi lain, Pemimpin Cabang BRI Gianyar, Kadek Arik Sundra Dewi, saat dikonfirmasi terkait UMKM kain tenun yang diproduksi oleh Tenun Ikat Putri Ayu selama menjadi Merchat BRI selalu didukung penuh, apalagi kerajinan tenun sudah terdaftar dalam Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Diharapkan dengan potensi yang ada ini, bisa terus berdampak positif dalam perekonomian masyarakat, terutama di sekitar lokasi kerajinan. “Dalam dukungan pengembangan potensi, kami juga telah mengajak pengrajin tenun ikat berkolaborasi bersama mengikuti berbagai pameran kerajinan. Tenun ikat ini, juga bisa jadi oleh-oleh khas Bali, khususnya di Gianyar. Kami harapkan penjualan bisa semakin meningkat,” tendasnya. Dikatakan, pelaku usaha kini bisa mendaftar sebagai Merchant BRI dengan mudah dan gratis melalui BRImo, kantor cabang, dan situs resmi BRI. Seperti diketahui, banyak manfaat dan keuntungan yang bisa didapatkan saat menjadi merchant BRI. Mulai dari kemudahan transaksi sesuai kebutuhan merchant dengan menggunakan fasilitas EDC Android, QRIS, sampai dengan akseptasi pembayaran secara online baik yang sudah memiliki website, maupun belum (payment link). “Dengan menjadi Merchant BRI, pelaku usaha diuntungkan dengan banyak kemudahan transaksi. Selain itu, konsumen yang datang ke tempat usaha juga mampu menikmati kepraktisan pembayaran,” imbuhnya.
Dijelaskan lebih jauh, para pelaku usaha yang menjadi Merchant BRI dapat menerima semua jenis pembayaran. Deretan jenis pembayaran Kartu Debit serta Kartu Kredit berlogo Visa, Mastercard, QRIS, dan lain-lain bisa dilayani dengan baik. Dengan fasilitas seperti EDC Android, QRIS, dan akseptasi pembayaran online, para merchant bisa mengakomodir kebutuhan transaksi tanpa hambatan apapun. Sirkulasi keuangan merchant diprediksi akan meningkat setelah terintegrasi dengan layanan. Hal ini disebabkan karena merchant dapat melayani transaksi tunai dan transaksi non-tunai dengan menjadi Merchant BRI. Pelaku usaha yang menjadi Merchant BRI akan mempunyai nilai lebih di mata pelanggan. Hal ini karena dapat melayani transaksi non tunai, tanpa ribet mengurus kembalian tunai. “Bagi pelaku yang terdaftar sebagai Merchant BRI, mereka dapat menerima semua jenis pembayaran Kartu Debit & Kartu Kredit berlogo Visa, Mastercard, JCB & private label BRI (GPN), Kartu BRIZZI, QRIS dan Online Acquiring,” pungkasnya. ama/ksm