Koster Sepakat Berikan Hak Rakyat, Pj Gubernur Bali Dituding Basa Basi
Karo Hukum Setda Pemprov Bali Pura-pura Tidak Tahu
Badung, PancarPOS | Pemeriksaan setempat oleh PTUN Denpasar akhirnya dilaksanakan pada Senin (19/2/2024) dalam perkara Nomor 27/G/2023/PTUN.DPS, di mana Pemprov Bali menggugat Kakanwil BPN Provinsi Bali atas pembatalan dua sertikat Pemprov Bali, yakni sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 121 dan 126 di Banjar Bakungsari, Desa Ungasan, Kuta Selatan, Badung. Terkait kasus sengketa tanah selama 20 tahunan, Putu Wirata, SH, Kuasa Hukum I Nyoman Nulung dkk, sebagai pemohon atas beberapa bidang tanah di Desa Ungasan, menuding Penjabat (Pj) Gubernur Bali cuma basa-basi untuk taat hukum, peduli pada rakyat, dan wacana-wacana lainnya, sebagai pelayan rakyat. ‘’Kasus ini menunjukkan, Pemprov hanya basa-basi, lain di pernyataan beda dalam tindakan,’’ katanya, usai mendampingi I Nyoman Nulung dkk dalam pemeriksaan setempat, bersama dua kuasa lainnya, Dr. TeguhSamudra, SH, MH dan Bimanda Panalaga, SH.
Dalam sengketa tersebut, Pemprov Bali menggugat Surat Keputusan Pembatalan sertifikat hak pakai (SHP) No. 121 dan No. 126/Desa Ungasan. Padahal, pembatalan dua SHP tersebut dilakukan Kanwil BPN Bali karena adanya cacat administrasi dan cacat hukum. Walaupun mengajukan gugatan ke pengadilan itu hak setiap orang, Putu Wirata menyebut gugatan Pemprov Bali atas SK Pembatalan SHP 121 dan 126 itu, dinilainya miris, karena dibalik pembatalan dua SHP tersebut, ada hak I Nyoman Nulung dkk selaku Tergugat II Intervensi. Putu juga menyayangkan pernyataan Karo Hukum Setda Pemprov Bali, Ida Bagus Gede Sudarsana, pada 19 Pebruari 2024, yang mengatakan bahwa “secara kelembagaan Pemprov Bali akan habis-habisan bila perlu sampai kasasi. Kalau memang nanti kalah berproses, ya baru kita lepas dengan keputusan hukum”.
‘’Pernyataan itu cuma basa-basi. Karo Hukum Setda Pemprov Bali jangan pura-pura tidak tahu, bahwa Nyoman Nulung dkk sudah punya putusan PTUN yang berkekuatan hukum, baik di tangkat pertama, banding sampai kasasi. Ketika putusan PTUN tersebut tidak kunjung dilaksanakan, didampingi Kuasa Hukum, Nulung dkk berjuang ke Pansus Konflik Agraria dan SDA DPD RI, sampai ada Kesimpulan Pansus untuk melaksanakan putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap itu. Untuk diketahui dalam sidang Pansus Konflik Agraria itu, Pemprov Bali, BPN Kanwil BPN Bali, Kantor Pertanahan Kabupaten Badung, DPRD Bali, termasuk Ketua Pansus Konflik Agraria DPD RI I Wayan Sudirta di tahun 2013 tersebut. Tapi, Pemprov Bali dan BPN Badung bukannya memberi sertifikat hak milik kepada Nulung dkk, yang sudah menggugat di PTUN sejak tahun 2001? Pemprov Bali justru mengajukan permohonan sertifikat sampai terbit SHP No. 121 dan SHP No. 126. Dan ketika dua SHP tersebut dibatalkan oleh Kanwil BPN, eh, Gubernur Bali menggugat ke PTUN Denpasar. Kalau begini, bukankah pernyataan Karo Hukum Pemprov Bali itu tidak sesuai fakta?” kata Putu Wirata panjang lebar.
Putu juga mengingatkan, bahwa pembatalan dua SHP tersebut sudah disetujui oleh Gubernur Bali sebelumnya, Dr. I Wayan Koster, setelah mengetahui berbagai alasannya. Diantaranya, ada keterangan palsu oleh pejabat Pemprov Bali, dengan menerangkan bahwa tanah tidak dalam status sengketa, tanah adalah tanah dana bukti DN 11 padahal nyatanya itu tanah negara dan itu ada dalam putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap. Putu Wirata dan juga Wayan Sudirta dalam kapasitas sebagai Ketua Pansus Konflik Agraria DPD RI tersebut, diterima Gubernur Wayan Koster untuk mencari solusi atas adanya laporan pihak Nyoman Nulung dkk ke Mabes Polri, atas sangkaan memberi keterangan palsu, membuat surat palsu, memakai surat palsu dalam proses penerbitan SHP No.121 dan SHP No. 126.
‘’Kalau Pak Koster menyepakati pembatalan SHP sebagai cara untuk memberikan hak-hak rakyat yang telah memenangkan perkara di PTUN Denpasar, sampai Kanwil BPN Bali membatalkan dua SHP tersebut, kenapa Pejabat Gubernur Bali Irjen Mahendra Jaya menggugat pembatalan itu? Padahal, pemohon sertifikat atas tanah negara tersebut, yakni Nyoman Nulung dkk sudah menguasai, menggarap, menghasili tanah tersebut secara turun temurun. Juga sudah memegang Surat Pernyataan Menggarap, Surat Keterangan Perbekel Ungasan, Kesimpulan Konflik Agraria DPD RI, dan bukti-bukti lainnya. Siapa sebetulnya yang memberi masukan ke Gubernur Bali, kok tega-teganya berhadapan dan menggugat rakyatnya yang telah memegang putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,’’ imbuh Putu Wirata Panjang lebar.
Dua kuasa hukum lainnya, Dr. Teguh Samudra, SH, MH dan Wayan Bimanda Panalaga, SH juga mengingatkan Pemprov Bali, gara-gara tindakannya memohon dan memperoleh SHP No. 121 dan SHP No. 126 tersebut, Nyoman Nulung dkk terkatung-katung nasibnya, tidak punya kepastian hukum, dan banyak diantara mereka sudah meninggal dunia, tapi kepastian hukum hanya basa-basi, dan penegakan hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. ora/ama