Direktur Utama BPR Bali Artha Anugrah Hadapi Pengadilan Kasus Kredit Fiktif Senilai Ratusan Miliar

Denpasar, PancarPOS | Direktur Utama BPR Bali Artha Anugrah, Ida Bagus Toni Astawa, terpaksa duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Denpasar pada Kamis (30/1/2025), menghadapi dakwaan serius terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian kredit fiktif. Pria berusia 55 tahun yang juga mantan Ketua KONI Kota Denpasar itu, kini berhadapan dengan hukum setelah diduga melakukan manipulasi besar-besaran yang melibatkan puluhan debitur dan jumlah uang yang sangat fantastis.
Sidang yang digelar itu mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa Toni Astawa, bersama dua orang saksi kunci – I Nengah Sujana (Direktur Operasional) dan I Gede Dodi Artawan (Kabag Kredit) – terlibat dalam pemberian kredit fiktif yang mencengangkan. Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Putu Oka Bhismaning, terungkap bahwa BPR Bali Artha Anugrah memberikan 636 fasilitas kredit fiktif kepada 151 debitur dengan total plafon mencapai Rp325.470.000.000. Kredit fiktif ini ternyata tidak untuk tujuan yang sah, melainkan untuk menutupi masalah internal bank dan mengurangi nilai kredit bermasalah (NPL) yang mencemari reputasi bank tersebut.

“Pemberian kredit fiktif ini dilakukan dengan cara yang sangat licik, yakni untuk membayar tunggakan angsuran pokok dan bunga, baik kepada debitur fiktif maupun debitur nyata yang mengalami kesulitan pembayaran,” terang Jaksa Oka Bhismaning, membuka tabir kejahatan yang melibatkan orang-orang berpengaruh dalam lembaga keuangan tersebut.
Lebih menghebohkan lagi, ternyata uang yang seharusnya digunakan untuk mendukung kegiatan bank dan memenuhi kewajiban nasabah, malah dibelanjakan untuk kepentingan pribadi. Terdakwa, Toni Astawa, diduga menggunakan dana hasil kredit fiktif tersebut untuk meraih keuntungan pribadi yang mencapai Rp8.614.762.454. Bahkan, saksi I Nengah Sujana juga diketahui memanfaatkan fasilitas kredit untuk membeli kendaraan mewah senilai Rp170.000.000.
“Ini adalah pelanggaran berat terhadap prinsip kehati-hatian yang harusnya diterapkan dalam dunia perbankan. Tindakan ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Perbankan yang mengatur secara tegas mengenai kewajiban bank untuk bertindak transparan dan akuntabel,” ujar Jaksa Ni Komang Swastini, menekankan betapa seriusnya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya menjaga integritas dunia perbankan.

Dengan tuduhan yang mengarah pada pelanggaran hukum yang sangat besar, sidang ini diperkirakan akan terus bergulir dengan banyak fakta baru yang akan terungkap, mengingat betapa dalamnya jaringan kredit fiktif yang telah dibuat. Diketahui, kredit-kredit ini tidak hanya melibatkan pihak bank, namun juga sejumlah debitur yang tidak pernah menerima uang tersebut, menambah panjang daftar kejahatan yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya menjaga kepercayaan publik.
Kasus ini menjadi sorotan besar, tidak hanya karena skala kerugiannya yang luar biasa, tetapi juga karena melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh yang berperan penting dalam dunia perbankan di Bali. Kini, Toni Astawa dan para saksi harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum. tim/ama
