Warga Serangan dan BTID: Kolaborasi yang Tak Banyak Bicara ke Publik, Tapi Terus Bekerja

Denpasar, PancarPOS | Di tengah dinamika yang menyertai pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali, ada satu bentuk kerja sama yang berjalan tanpa banyak sorotan, tapi menunjukkan konsistensi yang patut dicatat, yakni hubungan antara Desa Adat Serangan dan pengelola KEK Kura Kura Bali, PT Bali Turtle Island Development (BTID).
Sejak lama keduanya menjalin komunikasi yang tidak hanya formal, tapi juga bersifat keseharian, bagai sebuah keluarga besar. Di sini, terlihat sebuah dialog yang terus terbuka, meski tidak selalu terdengar publik. Dalam setiap kegiatan adat, budaya, tradisi, agama, inisiatif jaga lingkungan, hingga dalam proses perencanaan kawasan, keterlibatan masyarakat lokal tidak hanya diakomodasi, tapi justru menjadi bagian dari fondasi pembangunan kawasan Kura Kura Bali.
“Keterbukaan untuk berkomunikasi selalu kita jalin dan jaga bersama. Tidak semua hal perlu diumumkan, yang penting ada kepercayaan dan itikad baik,” ungkap Jro Ketut Sudiarsa, Mangku Pura Patpayung.
Jro Ketut Sudiarsa mengatakan bahwa mereka akan tetap mendukung hal-hal yang menjadi rencana kedepannya dari KEK Kura Kura Bali, terutama terkait kelancaran pembangunannya. “Semoga beliau Ida Betara Dalem Pat Payung memberikan jalan tuntunan agar apa yang menjadi harapan dari pihak BTID tidak ada halangan dan dilancarkan, Rahayu,” ujarnya.
Di sisi lain, pengelola kawasan juga tampak memahami bahwa membangun ruang yang hidup tidak cukup hanya dengan infrastruktur, tapi juga dengan menjaga hubungan baik dan harmonisasi dengan semua pihak di Pulau Serangan.
Dalam suasana yang kerap diwarnai opini dari luar, kolaborasi semacam ini menunjukkan bahwa pembangunan yang selaras dengan budaya dan komunitas bukan hanya mungkin, tapi sudah terjadi, pelan-pelan dan tanpa gaduh.
Bendesa Desa Adat Serangan Kota Denpasar, I Nyoman Gede Pariatha, menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan, setiap orang yang menuju ke arah lebih baik pasti selalu ada cobaan. Secara pribadi dan sebagai warga, hubungan harmonis terjalin selama ini dengan semua pihak, termasuk investor, tak hanya BTID saja.
“Amanah saya sebagai Bendesa Adat, yakni menjaga harmonisasi dengan semua pihak. Kami bertanggung jawab moril menjaga harmonisasi dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan di sini,” katanya. Ia menambahkan bahwa hubungan antara warga Desa Serangan dan BTID selalu baik. Apapun itu selalu dibicarakan dengan baik-baik dan menciptakan solusi melalui komunikasi antara semua pihak terkait.
“Kawasan Kura Kura Bali adalah bagian dari teritorial desa adat kami, sehingga kami perlu menjaga keharmonisan dari segala aspek. Kawasan ini menjadi impian yang tertunda kemarin, kami mendukung penuh agar pembangunan terealisasi. Investasi yang terjadi di sini harus melahirkan kesejahteraan untuk warga Serangan dan masyarakat sekitar,” ujarnya.
Terkait dinamika yang terjadi selama ini, baik itu dari dalam maupun luar, menurut Bendesa Gede Pariatha, wajar jika ada pro kontra. “Artinya hubungan kita dengan BTID baik-baik saja. Persoalan plus-minus pasti ada, suami istri saja ada plus-minus-nya. Apa lagi kita sementara menjalin hubungan ini,” katanya.
Ia mengisahkan sejumlah komunikasi harmonis yang melahirkan kontribusi luar biasa dari BTID untuk warga Desa Adat Serangan. Seperti kesepahaman pada tahun 1998 silam, bahwa BTID punya kewajiban menyerahkan lahan kepada masyarakat Desa Adat Serangan seluas 6,5 hektar, dan yang terealisasi oleh BTID adalah 7,3 hektar, belum termasuk jalan umum dan fasilitas lainnya. Tak hanya itu, BTID juga telah menyediakan lahan seluas 4 hektar untuk parkir pada setiap acara Galungan dan Kuningan di Pura Sakenan dari tahun ke tahun.
Hal penting yang tak akan pernah dilupakan warga Serangan adalah bahwa BTID tak pernah memberhentikan satu pun karyawan asal Serangan selama pandemi Covid-19. Di saat perusahaan lain merumahkan karyawan dan melakukan PHK massal, BTID tidak melakukannya.
“Sangat luar biasa fakta kemarin saat dunia menghadapi Covid-19, kita warga Serangan tak ada yang di-PHK. Artinya masih ada transaksi rupiah di Serangan sehingga tangkapan nelayan bisa dibeli warga Serangan. Padahal saat itu banyak PHK, tapi warga yang bekerja di sini masih diberikan gaji,” jelasnya.
Lurah Serangan, Ni Wayan Sukanami, mengatakan hubungan warga Serangan dengan BTID tetap harmonis. Apa yang dimohonkan warga, selalu dikondisikan dan dikomunikasikan dengan baik bersama BTID. “Perlu kita ingat, bahwa dulu mau sembahyang ke Pura Sakenan di Serangan selalu pakai jukung, dan saat air laut surut kita pasti jalan kaki. Setelah ada pengembangan dari BTID reklamasi 1998, di sana dibangun jembatan penghubung seperti saat ini,” jelas Lurah Serangan.
Ni Wayan Sukanami menyebutkan bahwa kontribusi BTID kepada warga di Kelurahan Serangan dan Desa Adat Serangan sudah bagus dan banyak yang sudah diberikan. ama/ksm
