Hukum dan Kriminal

Reklamasi Ilegal di Desa Adat Pererenan Mengundang Reaksi Keras LSM Jarrak Bali


Badung, PancarPOS | Setelah kontroversi reklamasi laut sepanjang 32 km di kawasan Bali, kini muncul lagi kasus reklamasi ilegal yang melibatkan wilayah Desa Adat Pererenan, Kecamatan Mengwi, Badung. Proyek ilegal ini mencakup reklamasi loloan atau aliran sungai yang menuju Pantai Lima, yang hingga kini terkesan dibiarkan begitu saja oleh pihak desa maupun pemerintah setempat. Proyek ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk LSM Jarrak Bali.

Penasihat LSM Jarrak Bali, I Putu Suasta, menilai bahwa ada banyak pihak yang terlibat dalam proyek reklamasi ini, dan ia mendesak agar aparat penegak hukum segera turun tangan. Suasta menegaskan bahwa siapapun yang terlibat dalam proyek tersebut harus diusut tuntas dan dipidanakan. “Saya menuding banyak pihak yang terlibat, karena investor saja sudah berani melakukan reklamasi seperti ini. Siapapun yang terlibat harus diusut tuntas dan dipidanakan. Hukum harus berlaku surut, apalagi dengan tegasnya pemerintah di era Presiden Prabowo terhadap proyek pagar laut. Proyek reklamasi ilegal seperti ini harus dipidanakan. Ganyang mereka yang terlibat, bahkan jika ini terjadi di desa adat Pererenan, pelakunya harus dipenjara,” tegas Suasta dengan nada geram.

Lahan yang diurug oleh investor dengan menurunkan sejumlah alat berat dan truk pengangkut tanah berplat nopol luar Bali. (foto: ist)

Kasus ini muncul di tengah perhatian publik terhadap proyek reklamasi ilegal yang sudah berlangsung lebih dari seminggu, di mana investor luar Bali melakukan pengurugan tanah di kawasan loloan yang menuju Pantai Lima. Proyek ini semakin mengundang perhatian lantaran tanah yang direklamasi adalah tanah timbul di aliran sungai Tukad Bausan, yang telah lama dikelola oleh masyarakat adat Pererenan secara turun-temurun. Bahkan, tanah tersebut juga merupakan bagian dari Pura Menega atau Pura Nelayan yang tercatat dalam awig-awig desa tahun 2021 sebagai tanah padruwen desa adat Pererenan.

Desa Adat Pererenan Menuntut Penghentian Reklamasi

Desa Adat Pererenan melalui kuasa hukumnya, I Wayan Koplogantara, SH., mengungkapkan bahwa investor yang melakukan reklamasi ini tidak memiliki izin yang sah. Menurut Koplogantara, tanah yang direklamasi berada dalam sengketa hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, dan belum ada keputusan yang membenarkan peralihan hak atas tanah tersebut. “Mengurug atau mereklamasi tanah dengan alasan membantu desa Pererenan itu tidak masuk akal, apalagi jika tidak ada niat untuk menguasai atau menjadikannya hak milik. Tanah ini sudah menjadi wewidangan desa adat selama ratusan tahun dan masuk dalam padruwen desa adat Pererenan,” ujar Koplogantara saat dihubungi.

Ratusan warga Desa Adat Pererenan melalui kuasa hukumnya, Advokat I Wayan Koploganantara, SH., MH., mengajukan gugatan ke PTUN Denpasar, pada Rabu (18/9/2024). (foto: ama)

Koplogantara menegaskan bahwa tanah yang sedang direklamasi itu masih berada dalam status sengketa di PTUN Denpasar. “Luasnya 26 are, dan dalam sidang yang digelar, saksi-saksi yang dihadirkan tidak dapat menunjukkan sertifikat hak milik atas tanah ini. Oleh karena itu, tidak ada dasar hukum bagi Pemerintah Kabupaten Badung untuk memberikan izin atau bekerja sama dengan investor dalam kegiatan reklamasi ini,” tambahnya.

Desa Adat Pererenan sangat keberatan dengan adanya proyek reklamasi ini, mengingat tanah tersebut bukan hanya milik negara, tetapi juga merupakan bagian dari tanah yang sah dikelola oleh masyarakat adat. “Jika tanah tersebut akan diurug atau direklamasi, seharusnya ada izin yang jelas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tidak semudah itu mengurug tanah tanpa melalui prosedur yang benar,” ujar Koplogantara dengan tegas.

Somasi dan Tindakan Hukum

Sebelumnya, Desa Adat Pererenan melalui kuasa hukumnya telah mengirimkan somasi kepada Bupati Badung dan beberapa pihak terkait, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta PT Pesona Pantai Bali, yang bertindak sebagai investor atau penyewa lahan negara tersebut. Langkah ini diambil setelah Pemkab Badung terungkap telah melakukan reklamasi ilegal di Sungai Surungan, menghasilkan tanah timbul seluas 70 are.

Proyek penataan Pantai Lima di Jalan Babadan, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. (foto: ama)

Pada pertemuan yang digelar pada 15 Juni 2024, baik desa adat maupun desa dinas sepakat menolak segala bentuk pembangunan atau perizinan yang dikeluarkan oleh Pemkab Badung kepada investor di tanah negara tersebut. “Kami telah melakukan somasi untuk mencari solusi atas masalah ini. Kami tidak ingin lahan itu dibangun tanpa persetujuan dari pihak adat. Masyarakat Pererenan menolak keras jika tanah itu dimanfaatkan tanpa memperhatikan hak adat yang sudah ada,” ujar Koplogantara.

Masalah ini telah menarik perhatian dari jajaran DPRD Badung, yang melakukan kunjungan lapangan ke Desa Pererenan untuk meninjau langsung lokasi proyek reklamasi dan mendengarkan aspirasi masyarakat serta pemerintah setempat. Desa Adat Pererenan dan sejumlah warga menduga bahwa tujuan utama investor asing tersebut adalah untuk menguasai tanah yang tengah direklamasi. “Investor ini jelas ingin menguasai lahan tersebut. Kami sudah meminta pihak kelian desa adat dan pecalang untuk segera menghentikan proyek pengurugan ini. Jika dibiarkan terus, bisa-bisa tanah yang menjadi milik adat ini hilang begitu saja,” tambah Koplogantara.

Komitmen Desa Adat Pererenan untuk Melindungi Hak Adat

Desa Adat Pererenan menegaskan komitmennya untuk menjaga kelestarian dan hak-hak adat atas tanah tersebut. “Ini bukan hanya soal reklamasi atau proyek, tetapi ini tentang hak adat yang sudah dijaga turun-temurun. Kami akan terus memperjuangkan tanah ini agar tidak jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.

Proyek penataan Pantai Lima di Jalan Babadan, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. (foto: ama)

Jika aktivitas reklamasi terus berlanjut tanpa adanya izin yang sah, Desa Adat Pererenan berencana untuk membawa masalah ini ke jalur hukum dan melaporkan tindakan tersebut kepada pihak kepolisian. Desa Adat Pererenan juga akan terus memantau perkembangan hukum terkait sengketa tanah ini yang kini tengah diproses di PTUN Denpasar.

Aktivitas reklamasi ilegal ini tidak hanya menjadi masalah hukum, tetapi juga ancaman terhadap kelangsungan hidup masyarakat adat dan keberlanjutan lingkungan di Bali. Desa Adat Pererenan berharap agar pihak berwenang memberikan perhatian serius dan memberikan solusi yang adil bagi masyarakat adat yang sudah lama menjaga wilayah tersebut. ama/ksm



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button