Politik dan Sosial Budaya

DPP KAI Serahkan 80 Poin Masukan RUU KUHAP, Soroti Hak Advokat dan Keseimbangan Hukum


Jakarta, PancarPOS | Komisi III DPR RI kembali menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Kali ini, Komisi III mengundang Presidium Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) untuk memberikan pandangan dalam memperkaya materi RUU KUHAP, Selasa (6/5/2025).

Ketua Presidium DPP KAI, Heru S Notonegoro, menyatakan pihaknya telah mengikuti proses pembahasan RUU KUHAP sejak Februari 2025. Dalam forum itu, DPP KAI menyerahkan sebanyak 80 poin saran dan pendapat. “Presidium DPP KAI menyampaikan terima kasih kepada pimpinan Komisi III DPR RI yang telah mengundang DPP KAI sebagai salah satu organisasi advokat di Indonesia untuk memberikan saran dan pendapat,” ujar Heru didampingi A.A. Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi di ruang Komisi III DPR.

1th#ik-030.1/8/2024

Dari 80 poin tersebut, DPP KAI menyoroti lima substansi utama. Pertama, pihaknya mendorong agar RUU KUHAP mengatur lebih ketat soal upaya paksa oleh aparat penegak hukum. Heru menegaskan bahwa setiap tindakan upaya paksa harus mendapat izin dan persetujuan dari pihak yang netral, yang tidak memiliki kepentingan langsung terhadap perkara.

Kedua, DPP KAI mengusulkan substansi baru, yakni Hak Penjaminan yang diberikan kepada advokat dalam proses penangkapan dan penahanan. Usulan ini mengacu pada prinsip keseimbangan antara penyidik, penuntut umum, hakim, serta hak tersangka atau terdakwa beserta advokatnya dalam sistem peradilan pidana terpadu. Heru menilai substansi ini selaras dengan penjelasan angka I huruf g RUU KUHAP tentang Penguatan Peran Advokat.

Ketiga, DPP KAI meminta agar advokat diberikan hak merekam proses pemeriksaan dengan kamera pengawas suara, sebagai bagian dari pemenuhan hak-hak sipil tersangka yang dijamin undang-undang. “Ini demi kepentingan pembelaan tersangka,” jelas Heru.

1th#ik-006.16/02/2025

Keempat, DPP KAI mengusulkan agar ruang lingkup praperadilan diperluas. Termasuk perkara yang penanganannya tertunda lebih dari 90 hari tanpa alasan yang sah, penggunaan bukti yang diperoleh secara tidak sah, serta pelanggaran hak-hak tersangka, terdakwa, saksi, korban, atau pihak lain yang diatur dalam UU. Heru juga mendorong agar penghentian penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan dapat diajukan korban atau pihak ketiga yang berkepentingan.

Kelima, DPP KAI menegaskan bahwa hukum acara pidana pada dasarnya mengatur hubungan negara dan warga negara. Oleh sebab itu, seluruh proses hukum sejak penyidikan hingga pelaksanaan putusan harus menjadi tanggung jawab keuangan negara secara tuntas.

Dalam RDPU itu, Presidium DPD KAI DKI Jakarta, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra, turut menambahkan bahwa pembaruan RUU KUHAP harus diselaraskan dengan ketentuan lain, seperti Pasal 5 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan advokat adalah penegak hukum yang bebas dan mandiri. “Perlu ada penambahan pasal terkait keberadaan advokat dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” usul Agung.

1bl#bn-026.12/5/2024

Sementara itu, Sekretaris Umum DPP KAI, Ibrahim, mengusulkan agar RUU KUHAP mengatur hak advokat untuk mencatat seluruh proses penyelidikan dan penyidikan, termasuk catatan tentang dugaan pelanggaran hak tersangka. “Catatan itu harus masuk dalam bundel perkara agar dapat dibaca secara teliti oleh penuntut umum dan majelis hakim,” tutup Ibrahim. tim/ama/ksm



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button