Nasional

Kasus Penutupan Asram di Karangasem Jadi Sorotan

Sayoga Desak Penegakan Hukum yang Berkeadilan


Denpasar PancarPOS | Kasus penutupan asram Hare Krishna di Karangasem memunculkan reaksi luas dari kalangan tokoh masyarakat, akademisi, dan organisasi keagamaan. Ketua Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali, Dr. Wayan Sayoga, menyampaikan apresiasi terhadap langkah hukum yang ditempuh oleh ISKCON-Indonesia, menyebutnya sebagai langkah yang tepat dalam rangka menjaga marwah konstitusi dan kebebasan berkeyakinan di Indonesia.

“Sebagai warga negara yang beradab, langkah hukum ini bukan sekadar upaya mencari keadilan, melainkan bentuk edukasi publik bahwa setiap pelanggaran terhadap hak dasar, khususnya kebebasan beragama, harus dilawan dalam koridor hukum,” ujar Sayoga di Denpasar, Selasa (24/6).

Ia menilai tindakan sepihak sejumlah oknum yang mengaku mewakili adat dan didampingi aparat formal, dengan memasuki area asram tanpa izin, sebagai tindakan tidak beradab. Apalagi, aksi itu disertai dengan pemindahan atribut suci dan penurunan foto-foto di dinding tanpa persetujuan pengelola.

“Cara-cara seperti itu mencederai nilai adab, etika, dan moral. Ini bukan berita baik, melainkan tamparan keras bagi Bali yang dikenal menjunjung toleransi. Aksi penghakiman semacam ini merupakan kegagalan dalam mengelola perbedaan secara bermartabat,” lanjutnya.

Sayoga menambahkan, masyarakat kini menanti langkah konkret aparat kepolisian dalam menangani dugaan persekusi tersebut.

Sebelumnya, akademisi Prof. I Gede Sutarya juga mengecam tindakan tersebut. Ia menilai bahwa desa adat tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan paksa.

“Jika memang ada pelanggaran hukum, seharusnya dilaporkan kepada polisi, bukan main hakim sendiri. Desa adat itu rohnya dialog, bukan intimidasi,” tegas Sutarya.

Peristiwa ini terjadi pada Senin (9/6/2025) sekitar pukul 09.00 WITA di Asram milik komunitas Hare Krishna di Desa Adat Subagan, Karangasem. Sejumlah individu disebut memasuki area tempat suci tanpa izin, memaksa pelapor menunjukkan KTP, serta memindahkan atribut persembahyangan suci secara sembarangan. Aksi tersebut dinilai melanggar hak dasar warga negara dan diduga memenuhi unsur intimidasi dan persekusi.

Kuasa hukum ISKCON-Indonesia, Dr. Dewa Krisna Prasada, M.H., menyatakan bahwa laporan resmi telah disampaikan ke Polres Karangasem pada 15 Juni 2025. Pihaknya menilai tindakan tersebut bisa dijerat Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.

“Tindakan terhadap atribut yang memiliki nilai sakral tanpa izin pengelola adalah pelanggaran hukum. Kami sudah melaporkan hal ini, dan sekarang prosesnya sedang berjalan,” ujar Dewa Krisna.

Ia menyebut bahwa Polres Karangasem telah menerbitkan surat panggilan klarifikasi terhadap pelapor, Dewa Anom, berdasarkan surat nomor B/161/VI/RES.1.24./2025/Reskrim dan B/294/VI/RES.1.24./2025/Reskrim, sebagai tindak lanjut dari laporan informasi yang masuk.

Selanjutnya, penyelidikan akan dilanjutkan sesuai dengan Surat Perintah Tugas Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/482/VI/RES.1.24./2025/Reskrim tertanggal 16 Juni 2025.

“Kami percaya proses hukum akan mengungkap kebenaran. Klien kami tetap kooperatif dan menghormati prosedur. Kami juga berharap masyarakat menjaga asas praduga tak bersalah dan memberi ruang kepada penegak hukum untuk bekerja profesional,” imbuhnya.

Kasus ini menyoroti pentingnya dialog, penegakan hukum yang adil, serta perlindungan hak-hak kebebasan beragama di tengah masyarakat yang majemuk. ISKCON-Indonesia menyatakan komitmennya untuk terus mengikuti proses hukum dan menyerukan penyelesaian yang damai serta berkeadilan. aya/ama



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button