Cok In Bertransformasi Sebagai Womenpreneur di Segmentasi Pasar Bisnis Berbeda
Bermodal KUR BRI Banting Setir Keluar Zona Nyaman

Denpasar, PancarPOS | Para aparatur sipil negara (ASN) atau yang sebelumnya dikenal sebagai pegawai negeri sipil (PNS) setiap tahunnya selalu memiliki pakaian dinas baru. Pakaian dinas ini sangat diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas ASN secara profesional, sebagai salah satu alasan dari keputusan pemerintah untuk menyiapkan seperangkat pakaian dinas bagi pelayan masyarakat ini. Pakaian seragam ini, juga diperlukan untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, jiwa korsa di antara sesama ASN, memelihara semangat gotong royong dalam melaksanakan tugas, menumbuhkan rasa aman, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik. Meskipun ada juga ASN yang memakai pakaian dinas yang tidak seragam dengan memakai pakaian daerah, atribut khas masing-masing instansi, bahkan ada yang menggunakan atribut seperti militer. Bahkan, pemerintah khususnya di Bali memutuskan untuk mengatur kembali pakaian dinas dengan tujuan memberikan keseragaman, salah satunya menggunakan bahan kain tenun endek Bali. Apalagi Pulau Dewata, Bali sangat dikenal menjadi destinasi wisata yang berpotensi menjadi pusat industri fashion. Berbagai kegiatan fashion juga pernah digelar di Bali, baik berkelas nasional maupun dunia. Terlebih Bali memiliki kain tenun yang khas dan ikonik, seperti kain tenun endek Bali khas Sidemen, maupun tenun Tenganan Pagringsingan. Kain tenun Bali ini, ternyata juga memiliki tingkat bahan yang perlu dipelajari, karena memiliki tekstur berbeda dari kain yang ada. Terlebih saat ini tantangan kain tenun yang sudah mulai banyak dijiplak, namun tenun endek Bali tetap memiliki pesona tersendiri. Selain itu, kain endek ini hanya bisa dikenal dan dikuasai oleh kalangan tertentu saja, sehingga menjadi peluang bisnis besar yang bisa dikembangkan.
Salah satunya Teruni di Kota Denpasar, Cok In sapaan akrabnya ini, memilih banting setir sebagai wirausaha muda di bidang bisnis konveksi yang khusus pakaian seragam dan tekstil dengan berbahan kain tenun ikat atau endek Bali. Memulai bisnis dari apa yang disukai bukan kali pertama menjadi resep bagi banyak wirausahawan yang kini sudah terbilang sukses. Di masa SMA, prestasi yang diukir Cok In tepatnya di SMAN 6 Denpasar aktif dalam mengikuti beragam lomba seperti seni vokal, paskibraka dan catur, serta apa saja ia coba demi mempertahankan prestasinya. Bahkan saking terampilnya mengikuti berbagai lomba, ia mendapat kepercayaan untuk mengikuti ajang pemilihan “Teruna Teruni Denpasar 2005” dan meraih peringkat runner up satu. Disaksikan oleh Walikota Denpasar saat itu, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga dan I Gusti Ayu Bintang Darmavati atau dikenal dengan Bintang Puspayoga. Perempuan berparas sangat cantik yang bernama lengkap Cokorda Istri Indah Apsari, SS., itu, kini telah mampu mempekerjakan puluhan orang dan memproduksi berbagai seragam. Padahal, awalnya perempuan kelahiran 7 Oktober 1987 ini, berkarier sebagai salah satu pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Denpasar yang sudah mengabdi selama sembilan tahun. Cok In menceritakan sebagai awal kariernya sekitar tahun 2005 hanya bekerja di Humas dan Protokol Pemkot Denpasar sebagai pegawai honorer. 9 tahun akhirnya berlalu, hingga pernah menjadi Sekretaris Walikota Denpasar yang kala itu Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, hingga akhirnya memutuskan keluar dari zona nyaman dengan menjadi wirausaha di tahun 2014. “Dulu pegawai honorer di Pemkot Denpasar Humas dan Protokol di tempatkan di sekretaris walikota selama 9 tahun. Tahun 2005 begitu tamat SMA, karena terpilih sebagai Teruni Denpasar, sama Pemkot dapat reward yang juara bisa bekerja di Pemkot ditarik sama Pak Puspayoga untuk jadi protokol beliau lamanya 9 tahun. Namun karena ingin mencoba berwirausaha sambil mengurus anak-anak yang masih belia, jadi banting setir,” bebernya di Denpasar, pada Jumat (19/4/2024).

Begitu keluar sebagai pegawai honorer, Cok In langsung merambah usaha pakaian seragam dan tekstil berbahan kain endek yang dijalankan dengan pandangan modern. Tanpa modal besar, perempuan dua anak ini langsung merangkul anak-anak muda yang bisa diajak bekerja sama dalam satu bendera untuk memproduksi berbagai jenis seragam, terutama untuk para ASN. Disadari sebenarnya pakaian seragam ini tidak hanya digunakan untuk melindungi tubuh, namun juga dapat digunakan sebagai atribut identitas. Misalnya untuk seragam kantor, seragam sekolah, bahkan media promosi berkampanye. Karena hal inilah yang menjadikan usaha pakaian atau konveksi tidak pernah mati. Akan tetapi pengalaman jatuh bangun sudah banyak dilalui, mulai dari rekan kerja yang dipercaya menjahit baju melarikan bahan baku kain yang merupakan modal utama usaha. Tahun pertama dan kedua tak hanya merugi karena ditipu, namun juga masih belum terbangunnya kepercayaan dari para klien yang memesan baju. Tidak ingin gulung tikar perempuan yang hobi menyanyi dan traveling ini, sekitar tahun 2017 sempat dibantu kredit usaha rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., atau BRI secara bertahap dengan total Rp500 juta hingga lunas tahun 2020. Setelah usahanya kembali bangkit, ia berupaya terus menjalin hubungan relasi dengan banyak pihak. Salah satunya, bergabung dalam organisasi sebagai anggota dari Junior Chamber International (JCI) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali terus membuka peluang luas baginya sukses sebagai womenpreneur muda. Terjalinnya network yang luas berhasil mendirikan CV Sedana Gemilang Utama serta melalui pengalaman selama lima tahun, akhirnya menjadi modal kepercayaan, sehingga banyak pihak mempercayakan produksi seragam di tempat usahanya mulai dari pemerintah, sekolah, rumah sakit, hingga kalangan pejabat dan anggota dewan. “Saat ini klien kita adalah DPRD Gianyar, DPRD Denpasar, dan ada beberapa sekolah serta rumah sakit, salah satunya RSUD Mangusada, Badung. Jadi mainnya di desain, main di harga yang murah, tapi kualitas bagus tentunya dengan layanan yang cepat,” ungkap Cok In.
Ia mengungkapkan sejak awal tidak terpengaruh untuk bisnis secara online seperti usaha lain, karena bisnis konveksi harus lebih banyak dilakukan secara konvensional dan memerlukan tingkat kepercayaan yang tinggi. Apalagi tipe usaha ini menawarkan produksi pakaian secara massal, atau dalam artian lain partai besar sesuai permintaan. Selain itu, bisnis pakaian seragam dengan bahan baku kain tenun endek Bali ini, juga mementingkan transaksi bisnis langsung yang diawali dengan pengukuran, hingga menentukan bahan yang akan digunakan. Motif yang dipakai untuk membuat pakaian seragam dengan kain endek sangat beragam, antara lain motif geometris, flora, fauna, figuratif, dan dekoratif. Namun motif geometris merupakan motif tertua yang digunakan sebagai simbol keyakinan masyarakat Bali. Motif geometris dilambangkan dengan garis lurus, garis putus, garis lengkung, dan berbagai bidang geometri. Jadi tidak bisa dipungkiri kain endek Bali memiliki “taksu” yang memikat daya tarik tersendiri. Hal ini menjadi motivasi dan peluang bisnis bagi usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM dan para pengrajin kain endek di Bali. Terlebih selama pandemi Covid-19 lalu, mayoritas sektor pariwisata mengalami kelumpuhan yang juga berdampak pada penurunan omzet secara drastis pelaku UMKM. Apalagi usaha yang dirintisnya selama beberapa tahun itu, sudah berjalan baik dan mampu mempekerjakan banyak generasi muda, sehingga sangat yakin bisnis ini tidak akan pernah surut sepanjang mengedepankan kepuasan klien. “Usaha yang kita geluti ini tidak mencari keuntungan sendiri, tapi juga untuk lingkungan sekitar. Di antaranya anak-anak putus sekolah mereka tak kasi skil, tak kasi mesin. Mereka mengerjaan di tempat mereka sendiri, jahit kaos, baju lumayan daripada melakukan yang enggak-enggak tapi bisa begadang mereka sambil menjahit,” bebernya. Saat itu, Cok In sudah membuka kantor di bilangan Jalan WR. Supratman No.9X 1, Desa Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali dengan terus membangun branding lewat karya-karyanya yang kini makin dikenal dengan nama “Cok In Design”.

Cok In lanjut mengajak generasi muda saat ini, jangan takut beranjak dari zona nyaman untuk memulai usaha sendiri. “Dengan zona yang terbatas kita tidak akan bisa berekspresi. Ketika sadar tidak bisa hanya begini, saya harus maju, ya saya keluar saja dan memulai langsung. Kita harus melihat peluang sejak awal dan harus tahu siapa saja yang bisa diajak. Kita tinggal membuka link saja untuk memulai berbisnis,” ajak lulusan Satra Inggris Universitas Udayana ini. Karena itulah, ia tidak langsung bisa berpuas diri, sehingga setelah usaha Cok In Design bisa berjalan secara autopilot dengan iseng-iseng mencoba buka usaha tour and travel sekitar tahun 2021, saat ganasnya dampak pandemi Covid-19. “Iseng-iseng, karena saya pikir Covid akan cepat selesai, namun malah berlanjut sampai 2022,” bebernya. Oleh karena itulah, untuk memudahkan mengatur kedua usahanya itu, juga dipindahkan ke kantor baru dengan dua lantai di Jalan Subita No.16, Desa Sumerta, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali. Bisnis di bidang pariwisata yang berawal dari obrolan dengan para relasi, salah satunya Kadek Sariasa merintis usaha yang dibangun dari nol tersebut, ternyata juga tidak mudah. Namun berkat semangat dan kerja keras dari teman dan sabahatnya waktu itu terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) akhirnya usaha perjalanan wisata yang diberi nama KIP Tour and Trans ini, juga bisa bertahan dan berjalan sukses. Apalagi selama ini, usaha plesiran di Bali menjadi salah satu kegiatan wisatawan domestik dan mancanegara yang trennya terus meningkat. “Karena teman-teman waktu pandemi banyak yang di-PHK atau dirumahkan, jadi diberdayakan dan diajak bersama buka travel,” kenang Cok In yang mulai bertransformasi menjadi womenpreneur muda dengan segmentasi pasar bisnis berbeda itu.
Karena inilah, dia melihat adanya peluang bisnis menjanjikan dengan semakin meningkatnya minat masyarakat di Indonesia dan wisatawan asing untuk berlibur ke Bali. Sementara itu, market dari tamu luar negeri terbanyak berasal dari India, dan sisanya turis dari Singapura, Pilipina dan Malaysia yang sering datang ke Bali. Harapannya saat pariwisata sudah dibuka, maka perusahaan yang baru ini sudah siap beroperasi, di mana perusahaan serupa lainnya tengah masih berbenah diri. Syukurnya sekitar bulan April 2021, wisatawan mancanegara sudah mulai memasuki Bali, meski perusahaan yang berkaryawankan 60 orang tersebut masih belum mendapat perhatian, namun ia optimis perusahaannya akan berkembang seiring kondisi pariwisata yang terus membaik. “Kalau usaha pakaian seragam marketnya sudah jelas pemerintahan. Untuk omzet gak bisa pakai bulanan, karena project ini. Tapi saat ini, bisnis travel yang lebih meroket,” jelasnya tanpa mau merinci lebih jauh. Tak berhenti sampai di sana, Cok In juga mendirikan bisnis yang berbeda segmentasi pasarnya, yakni event organizer (EO) dan yang masih dalam tahap pembahasan, yaitu bisnis penyuplai makanan. Alasannya berani mengambil bisnis yang ada di luar lingkupnya, karena berhubung memiliki jaringan bisnis dan kepercayaan yang memadai, sehingga bisa membuka peluang bisnis yang berbeda. “Sekali lagi hidup ini disajikan berbagai macam pilihan, apakah kita menyikapinya dengan positif atau bersikap abai,” kata Cok In yang berhasil mengabaikan pikiran-pikiran negatif, hanya karena dirinya yang berasal dari kalangan ekonomi yang rendah, ia terus mengaktualisasi diri, berkompetisi dan kini bertransformasi menjadi womenpreneur yang berdikari dan terus berkarya. Apalagi pasca keluarga besarnya memutuskan keluar dari puri, sehingga eksplorasi Cok In dalam membantu perekonomian keluarga yang tidak mampu pun sudah dibiasakannya sejak kecil. Pasalnya, ayahnya hanya bekerja sebagai sopir di sebuah perusahaan media cetak yang cukup besar di zaman itu dan ibunya sebagai pegawai honorer di pemerintahan. Sebagai anak pertama dari dua bersaudara, tanpa menunggu aba-aba, ia memiliki inisiatif sendiri untuk mulai bersentuhan dengan pekerjaan yang seharusnya belum ia jajaki.

Anak dari pasangan Cokorda Bagus Astawa dan Sang Ayu Putu Sudiwati ini, mengisahkan orang tua sebenarnya berasal dari Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Selama ini, berbagai rangkaian dan proses naik turun usaha, ia jalani dalam waktu delapan tahun, hingga di tahun 2022 Cok In baru bisa mengeluarkan pernyataan bisnisnya baru ada di posisi tetap, juga berkat dukungan pembiayaan dana KUR dari BRI. Dalam proses pengajuan pinjam KUR, Cok In menuturkan bahwa prosesnya cukup mudah dan cepat, karena tinggal klik lalu beres. Tidak lama kemudian, akan dihubungi oleh pihak BRI untuk verifikasi dan melengkapi beberapa dokumentasi yang dipersyaratkan selanjutnya diminta membuka rekening tabungan. “Proses verifikasinya mudah dan cepat, dana cair setelah proses verifikasi dan dokumentasi selesai, dana langsung masuk rekening, langsung bisa dipakai,” urainya.
Ibu dengan 2 anak perempuan ini, juga mengungkapkan dirinya tertarik untuk mengajukan KUR karena murah, tanpa biaya provisi, biaya admin dan bunganya pun kecil. Untuk pembiayaan KUR, ia mendapatkan pinjaman dengan tenor secara bertahap hingga 3 tahun. Berkat pinjaman KUR tersebut, ia punya tambahan modal untuk membeli peralatan mesin dan menambah karyawan. “Saya menambah tenaga kerja, jadi bisa membantu buka lapangan kerja, karena saat itu banyak yang kena PHK, jadi setidaknya membantu mereka yang sudah dirumahkan,” paparnya. Menggunakan KUR dari BRI sebagai pembiayaan bisnis di industri konveksi adalah cara cerdas untuk membantu usaha kian terus berkembang. Karena bisnis konveksi akan membutuhkan peralatan dan mesin yang canggih, dan pinjaman KUR dapat digunakan untuk membeli peralatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi produksi, seperti mesin jahit dan bordir. Bahan baku, seperti kain tenun endek Bali yang digunakan untuk pakaian seragam merupakan komponen penting dalam konveksi. Seperti ditegaskan, Pemimpin Cabang BRI Gajah Mada, Yoggi Pramudianto Sukendro menyebutkan dana KUR juga dapat membantu pelaku usaha untuk pembelian kain, benang, perlengkapan dan bahan lainnya dalam jumlah besar untuk memenuhi pesanan pelanggan. Di samping itu, dengan dana KUR perusahaan dapat membayar gaji karyawan dan merekrut lebih banyak tenaga kerja terampil untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Bisnis konveksi juga membutuhkan ruang produksi yang memadai, dan pinjaman KUR dapat digunakan untuk menyewa atau memperluas peralatan produksi. “Jika dikelola dengan cermat dan digunakan dengan baik, maka dana pinjaman KUR dari BRI dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengembangkan bisnis konveksi. Karena untuk mencapai kesuksesan jangka panjang dalam industri konveksi membutuhkan perencanaan yang matang dan pemantauan yang konstan terhadap kinerja bisnis,” tegasnya.

Selain itu, terkait usaha perjalanan wisata, ia juga mengutarakan melalui KUR pariwisata para pelaku usaha mendapatkan berbagai manfaat termasuk suku bunga yang ringan dan kemudahan akses. Untuk mengakses KUR, para pelaku usaha pariwisata disyaratkan sudah menjalankan usahanya minimal selama 6 bulan. “Sejumlah syarat yang diperlukan untuk mengakses KUR, di antaranya KTP dan Kartu Keluarga, profil usaha yang sudah dijalankan dengan ditandatangani Pemda setempat, tidak memiliki kredit atau pembiayaan yang bersangkutan dengan bank lain,” tukasnya. Tercatat ada sebanyak 44 jenis usaha pariwisata yang terangkum dalam 13 sub bidang usaha pada sektor pariwisata yang dibiayai melalui program KUR di antaranya usaha agen perjalanan wisata, sanggar seni, pentas seni, serta penyelenggara meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE). Pelaku usaha akomodasi alias layanan penginapan, penyedia makanan dan minuman di kawasan wisata, hingga usaha jasa layanan informasi pariwisata juga bisa mengakses KUR. Bidang usaha lain yang difasilitasi meliputi tempat pelayanan pariwisata (taman tematik, museum, konsultan wisata, dan pemandu wisata). “Tak hanya itu, usaha tirta atau usaha olahraga air (snorkeling, diving, arung jeram, dan lain-lain) pun bisa mengajukan pinjaman. Bahkan pelaku usaha jasa transportasi pariwisata, industri kerajinan, dan pusat oleh-oleh juga diakomodasi agar bisa mengajukan KUR,” terangnya. ama/ksm
