Pelecehan Seksual Oknum Dosen Unud Jadi Sorotan Serius Nasional

Denpasar, PancarPOS | Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) RI, Ketut Kariyasa Adnyana, SP., menyoroti dugaan kasus pelecehan seksual mahasiswi oleh oknum Dosen Universitas Udayana (Unud). Kasus pelecehan seksual tersebut telah menjadi pembicaraan hangat pada tingkat nasional, karena menjadi permasalahan serius yang berdampak pada masa depan bangsa.

Permasalahan pelecehan seksual telah menjadi fenomena gunung es yang patut disikapi serius. Indonesia tengah darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. “Untuk itu, masalah kasus Unud agar diusut dengan tuntas agar tidak merusak citra pendidikan tinggi pada masa yang akan datang,” kata Anggota Komisi IX DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu, saat dihubungi di Denpasar, Rabu (6/1/2021).

Dengan adanya peristiwa Kampus Unud yang menciderai nama baik dunia pendidikan, maka pentingnya segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Mengingat apa yang terjadi saat ini, kembali menimbulkan polemik yang sulit dituntaskan oleh penegak hukum secara cepat karena payung hukum yang ada terkait pelecehan seksual belum begitu kuat.

Maka dari itu, kasus dugaan pelecehan seksual Unud menjadi momentum agar disahkannya UU PKS, karena dianggap sangat krusial untuk disahkan untuk memuat hal-hal yang tidak diatur di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kasus kekerasan seksual merupakan kejahatan serius yang mengingkari hak asasi anak, menimbulkan trauma bagi korban dan keluarga, menghancurkan masa depan anak serta mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat.

Berdasarkan Laporan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada periode 1 Januari 2020 hingga 11 Desember 2020, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 5.640 kasus. Pemerintah terus mengupayakan agar anak-anak di Indonesia terlindungi dari setiap tindak kekerasan dan eksploitasi melalui sejumlah peraturan perundang-undangan. Menurutnya, jika meninju data yang ada saat ini dapat dikatakan Indonesia tengah berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Hal ini yang menjadi salah satu urgensi dari disahkannya RUU PKS sudah tidak dapat ditunda lagi. Ia mendorong segera memberi kepastian kapan rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) disahkan. Pasalnya, RUU ini sudah dibahas cukup lama, terhitung sejak tahun 2017. Desakan muncul dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, aktivis perempuan, Komnas Perempuan, hingga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA).

RUU PKS menjadi darurat bukan karena sekadar angka kasus yang tercatat saja. Melainkan karena layanan terhadap korban kekerasan seksual yang tidak memadai. RUU PKS mengatur jenis kekerasan seksual seperti perbudakan seksual, eksploitasi seksual, serta pemaksaan perkawinan. Pembahasan RUU PKS mulai dari konsep, naskah akademik, sampai dapat menjadi rancangan undang-undang memang sudah melalui proses yang sangat panjang.

Tak pelak pro dan kontra juga terus mengiringi pembahasannya sampai sekarang, khususnya datang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Untuk mewujudkan hal tersebut, tentu saja pihaknya tidak bisa bekerja sendirian. “Marilah bersama-sama kita menjadikan momentum ini sebagai kesempatan untuk terus mengadvokasi, mengedukasi, serta membangun kepercayaan masyarakat untuk terwujudnya sistem penghapusan kekerasan seksual yang komprehensif dan berperspektif korban, terutama kepada seluruh mahasiswa,” ungkapnya. aya/ama
