Pertanian Bali di Ambang Kehancuran, “Bapak Sejuta Traktor” Soroti Penutupan Irigasi Subak di Canggu

Denpasar, PancarPOS | Bali kini menghadapi ancaman yang sangat serius terhadap sektor pertanian, yang sudah menjadi warisan leluhur dan pondasi ekonomi Pulau Dewata selama berabad-abad. Salah satunya, penutupan akses saluran irigasi subak di Canggu wilayah Kuta Utara, Badung, yang berfungsi sebagai sumber utama pengairan bagi ribuan petani, bersama dengan alih fungsi lahan yang semakin marak, berpotensi merusak keseimbangan alam dan mengancam ketahanan pangan Bali. Drs. I Made Urip, M.Si., atau yang akrab dikenal dengan julukan “Bapak Sejuta Traktor”, mengungkapkan ancaman tersebut dengan tegas dan penuh kekhawatiran. “Kalau saluran irigasi dan alih fungsi lahan ini tidak bisa dikendalikan, jelas Bali akan menuju ambang kehancuran. Ini bukan hanya soal lahan atau air, ini soal masa depan pertanian, ekonomi, dan keberlanjutan kehidupan masyarakat Bali,” ujar Made Urip dengan suara penuh penekanan.
Saluran irigasi subak di Canggu misalnya, bukan hanya saluran air biasa. Subak adalah sistem irigasi yang telah ada sejak abad ke-9 dan terbukti mampu mengatur pengelolaan air untuk pertanian dengan sangat efisien. Saluran ini bukan sekadar infrastruktur, tetapi juga simbol dari cara hidup yang sudah terbentuk ratusan tahun. Penutupan akses terhadap saluran irigasi ini adalah penghancuran terhadap sistem yang menjadi penopang kehidupan lebih dari seratus ribu petani Bali. Menurut Made.Urip, penutupan saluran irigasi ini adalah tindakan yang sangat gegabah dan tidak berpikir panjang. “Pemerintah yang seharusnya melindungi sektor pertanian justru menghancurkannya dengan kebijakan yang tidak berpihak kepada petani. Bagaimana mungkin kita menutup akses irigasi yang sudah menjadi tulang punggung kehidupan petani? Tanpa irigasi, sawah-sawah yang selama ini menghidupi banyak keluarga akan mati. Ini adalah bencana bagi petani dan masyarakat Bali,” tegasnya dengan geram.

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Koperasi dan UMKM, yang juga anggota Komisi IV DPR RI selama lima periode (1999-2024) ini, menambahkan bahwa penutupan ini tidak hanya berdampak pada sektor pertanian, tetapi juga pada tatanan sosial dan budaya Bali yang sudah terjalin sejak ratusan tahun lalu. “Subak adalah cerminan dari kekuatan sosial Bali. Jika kita merusaknya, kita akan merusak ikatan masyarakat Bali yang telah terjalin dengan air, tanah, dan alam. Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi soal identitas Bali,” tambahnya. Di tengah kebijakan penutupan saluran irigasi ini, masalah lain yang lebih besar juga sedang berlangsung, yaitu alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. Bali, yang selama ini dikenal sebagai pulau dengan keindahan alam dan kekayaan budaya, kini mulai kehilangan lahannya yang subur karena maraknya pembangunan kawasan pariwisata, perumahan, dan komersial.
Made Urip dengan keras mengkritik konversi lahan yang semakin meluas. “Ini adalah tindakan yang sangat merugikan. Ketika lahan pertanian diubah menjadi lahan bangunan, kita tidak hanya menghilangkan sumber penghidupan ribuan petani, tetapi kita juga merusak ketahanan pangan Bali dan Indonesia. Jika kita terus-terusan mengorbankan lahan pertanian untuk pembangunan yang serakah, kita akan menyesalinya di masa depan,” ujarnya dengan nada serius. Bali, yang selama ini bergantung pada hasil pertanian lokal untuk kebutuhan pangan, akan terancam kelangkaan pangan jika tren alih fungsi lahan ini terus berlanjut. “Jika kita tidak segera bertindak, Bali akan terpaksa mengimpor pangan dari luar, dan itu hanya akan menambah ketergantungan kita pada negara lain. Kita akan kehilangan kedaulatan pangan kita sendiri,” ujar Made Urip dengan tegas.

Dia mengingatkan bahwa sektor pertanian Bali tidak bisa dipandang sebelah mata. “Pertanian adalah tulang punggung ekonomi Bali. Hilangnya lahan-lahan produktif berarti kita sedang meruntuhkan masa depan Bali. Ini bukan hanya soal tanah, tetapi soal keberlanjutan kehidupan, ketahanan pangan, dan masa depan anak cucu kita,” katanya. Pertanian Bali bukan hanya sekadar mata pencaharian. Lebih dari itu, pertanian adalah bagian dari identitas budaya Bali yang sudah diwariskan turun-temurun. Sistem Subak bukan hanya soal irigasi, tetapi juga mengenai hubungan yang sangat erat antara manusia dan alam. Dalam setiap langkah petani Bali, terdapat rasa hormat terhadap alam, yang tercermin dalam tradisi dan budaya yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Made Urip sangat menyesalkan kebijakan yang merusak sistem Subak, yang telah terbukti berkelanjutan dan ramah lingkungan. “Jika kita merusak Subak, kita tidak hanya merusak pertanian, tetapi kita juga merusak warisan budaya Bali yang sangat berharga. Ini adalah kebijakan yang sangat keliru dan tidak berpikir jauh ke depan,” ujarnya, seraya menambahkan, “Kita tidak bisa hanya berpikir soal pembangunan semata tanpa mempertimbangkan warisan budaya dan kelangsungan hidup masyarakat. Bali bukan hanya soal pariwisata dan pembangunan, tetapi juga soal menjaga kearifan lokal yang sudah ada sejak dulu. Kita harus menjaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali yang tak ternilai harganya,” tambahnya.

Politisi senior asal Desa Tua, Marga, Tabanan ini, menegaskan bahwa kedaulatan pangan harus menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Indonesia, khususnya Bali, tidak boleh bergantung pada pangan impor yang semakin meningkatkan ketergantungan terhadap negara lain. Ketergantungan ini akan sangat berbahaya, apalagi jika sektor pertanian kita terus dihancurkan dengan kebijakan yang tidak berpihak pada petani. “Bali harus menjadi contoh bagi Indonesia dalam menjaga kedaulatan pangan. Kita tidak boleh terus-menerus mengandalkan impor pangan. Jika kita merusak sektor pertanian, kita juga merusak kedaulatan pangan kita. Alih fungsi lahan adalah jalan menuju ketergantungan yang lebih besar terhadap pangan impor,” tegasnya dengan lantang menyerukan kepada seluruh masyarakat Bali, terutama generasi muda, untuk kembali memperjuangkan sektor pertanian. “Jangan biarkan Bali kehilangan ketahanan pangannya hanya karena pembangunan yang tidak berkelanjutan. Kita harus menjaga pertanian kita sebagai warisan, bukan hanya untuk kepentingan ekonomi, tetapi untuk menjaga kedaulatan pangan kita,” katanya dengan penuh semangat.
Menanggapi ancaman yang terus berkembang ini, Made Urip menegaskan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Wayan Koster dan Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri) telah berkomitmen untuk menegakkan, menjaga, dan melestarikan nilai-nilai luhur Bali, termasuk sektor pertanian yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat. Dalam visi mereka untuk lima tahun ke depan, Koster-Giri bertekad untuk melindungi lahan pertanian dan memastikan bahwa irigasi Subak tetap terjaga. “Sebagai pemerintah yang baru, Koster-Giri tidak akan tinggal diam melihat sektor pertanian dan budaya Bali dihancurkan. Kami akan memastikan bahwa kebijakan pembangunan yang ada tidak merusak lahan pertanian, dan kami akan berjuang untuk keberlanjutan irigasi Subak yang sudah lama terbukti menjadi warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat Bali,” ujarnya.

Dengan penekanan yang kuat pada kelestarian alam dan keberlanjutan sektor pertanian, pasangan Koster-Giri akan mengoptimalkan peran subak dalam pengelolaan sumber daya alam dan air, serta memastikan bahwa alih fungsi lahan pertanian akan dikendalikan ketat untuk menghindari kerusakan yang lebih parah. “Pertanian bukan hanya soal hasil bumi, tetapi juga soal kelangsungan budaya dan keberlanjutan kehidupan masyarakat Bali. Kami akan terus berupaya untuk melestarikan Subak, serta memastikan bahwa kebijakan pembangunan yang ada tidak merusak warisan kita,” tegas Made Urip dengan penuh keyakinan.
Jika tidak segera bertindak untuk melindungi lahan pertanian dan sistem irigasi subak, maka Bali akan menghadapi masa depan yang sangat kelam. Bahkan akan kehilangan warisan budaya, ketahanan pangan, dan kehidupan yang sudah dibangun oleh para petani Bali selama berabad-abad. Pemerintah harus segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan alih fungsi lahan dan memastikan keberlanjutan saluran irigasi Subak. “Bali harus bangkit untuk melindungi dirinya sendiri. Jangan biarkan pembangunan yang serakah merusak kehidupan kita. Kita harus menyelamatkan pertanian, menyelamatkan Subak, dan menyelamatkan masa depan Bali,” tegas Made Urip dengan lantang, sekaligus berharap agar seluruh elemen masyarakat, mulai dari pemerintah hingga rakyat Bali, untuk bersatu dan menghindari kehancuran yang sudah di depan mata. Bali dengan segala potensi alam dan budayanya, tidak boleh kehilangan masa depannya hanya karena kebijakan yang keliru dan pendek pandangan. ama/ksm
