Politik dan Sosial Budaya

Aturan Larangan Pengecer Jual Elpiji 3 Kg Bikin Rusuh di Bali, Rai Warsa Kritik Kebijakan yang Blunder


Denpasar, PancarPOS | Keputusan Pemerintah Indonesia untuk melarang pengecer menjual gas Elpiji 3 Kg telah memicu kekacauan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Bali. Kebijakan yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah penimbunan dan memastikan harga gas tetap stabil malah membuat masyarakat di pulau ini terperangkap dalam antrean panjang dan kelangkaan yang sulit diatasi.

Kebijakan tersebut mulai berlaku pada 1 Februari 2025 berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Migas No. B-24461/MG.05/DJM/2022, yang mengharuskan seluruh pembelian gas Elpiji 3 Kg bersubsidi dilakukan melalui pangkalan resmi, bukan melalui pengecer. Langkah ini diambil untuk menghindari praktik penimbunan yang sering menyebabkan lonjakan harga, yang pada beberapa kesempatan bisa mencapai Rp30.000 hingga Rp35.000 per tabung, jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang seharusnya hanya Rp18.000 per tabung.

Antrean pembelian gas elpiji 3Kg yang memanjang di berbagai tempat penjualan juga menjadi keluhan tersendiri bagi masyarakat. (foto: ist)

Namun, kebijakan tersebut menghadapi masalah besar. I Made Rai Warsa, anggota DPRD Bali, dengan tegas menyatakan bahwa kebijakan ini, meskipun bertujuan baik, justru membuat situasi semakin buruk. “Aturan boleh saja, tapi kita harus mempersiapkan piranti yang mendukung,” ujar Warsa saat ditemui dalam wawancara khusus. Menurutnya, jika pangkalan gas di Bali yang terbatas tidak ditambah secara signifikan, maka kebijakan ini akan memicu masalah baru yang lebih besar.

Di seluruh Bali, hanya terdapat sekitar 5.000 pangkalan gas, dan setiap desa atau kelurahan hanya memiliki sekitar empat pangkalan. Jumlah ini jelas jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan ribuan rumah tangga yang bergantung pada gas Elpiji 3 Kg, terutama di daerah-daerah yang lebih terpencil. Akibatnya, warga terpaksa mengantri panjang untuk mendapatkan pasokan gas yang mereka butuhkan. Bahkan, sering kali mereka terpaksa membeli gas di luar pangkalan resmi dengan harga yang lebih mahal.

“Pangkalan gas di Bali ini harus diperbanyak. Setiap desa atau kelurahan, bahkan kecamatan, harus memiliki lebih dari empat pangkalan. Dengan kondisi sekarang, rakyat hanya bisa bergantung pada antrean panjang yang belum tentu bisa mengakomodasi mereka,” tambah I Made Rai Warsa, yang mengkritik lambatnya pembangunan pangkalan baru oleh Pertamina.

Selain itu, para pengecer yang biasanya menjadi jembatan antara pangkalan gas dan konsumen, kini tidak lagi bisa berperan. Keputusan pemerintah yang melarang pengecer menjual gas bersubsidi ini memaksa masyarakat untuk bergantung sepenuhnya pada pangkalan resmi, yang ketersediannya sangat terbatas. Ini justru memperburuk ketegangan sosial di lapangan.

Kelangkaan pasokan gas melon (LPG 3 kg) di sejumlah pangkalan. (foto: ist)

Selain jumlah pangkalan yang terbatas, sistem pembelian gas juga menjadi masalah besar. Pembelian gas saat ini hanya mengandalkan identitas KTP dan NIK sebagai syarat utama, namun ini menciptakan celah yang memungkinkan orang untuk membeli gas secara berulang di beberapa pangkalan tanpa adanya pembatasan yang ketat. Hal ini menyebabkan orang yang tidak berhak mendapatkan gas bersubsidi dapat mengakumulasi lebih dari satu tabung dalam sebulan, sementara mereka yang benar-benar membutuhkan, terutama keluarga miskin, kesulitan mendapatkan pasokan.

“Apakah kita ingin rakyat yang benar-benar membutuhkan gas Elpiji 3 Kg ini kesulitan, sementara yang tidak berhak malah bisa mengakumulasi gas dalam jumlah banyak? Sistemnya harus dibenahi, agar distribusi lebih terkontrol,” tegas Warsa.

Sistem pengawasan terhadap distribusi gas juga dianggap sangat lemah. Banyaknya kasus yang menunjukkan penyalahgunaan hak distribusi ini semakin memperburuk ketegangan. Masyarakat mulai merasa khawatir bahwa mereka yang benar-benar membutuhkan gas subsidi malah tidak mendapat akses yang memadai, sementara beberapa pihak yang seharusnya tidak berhak malah bisa dengan mudah mendapatkan pasokan.

1th#ik-030.1/8/2024

I Made Rai Warsa menegaskan bahwa kebijakan ini, meski niatnya baik, harus segera dievaluasi dan disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan. Menurutnya, pemerintah harus segera meningkatkan jumlah pangkalan gas untuk menghindari antrean panjang yang menguras waktu dan tenaga masyarakat. Ia juga mendesak pemerintah untuk memperbaiki sistem pembelian gas, dengan memastikan hanya mereka yang berhak, seperti keluarga miskin, yang bisa mengakses gas bersubsidi ini dengan jumlah yang wajar.

“Kami mendesak Pertamina untuk segera mempercepat pembangunan pangkalan-pangkalan baru. Tidak bisa hanya mengandalkan pangkalan yang ada sekarang, karena jumlahnya sangat terbatas. Jika ini tidak segera diperbaiki, maka kebijakan ini akan berpotensi menjadi bumerang yang merugikan rakyat Bali,” ujar Warsa dengan tegas.

Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pihak terkait lainnya, seperti aparat keamanan dan Pertamina, untuk memperketat pengawasan distribusi. “Pengawasan harus terintegrasi, kita harus memastikan bahwa gas subsidi hanya diterima oleh warga yang memang membutuhkan. Harus ada sistem yang lebih ketat dan transparan,” tambahnya.

Ketegangan antara kebijakan pemerintah yang bertujuan baik dengan realita di lapangan telah menciptakan situasi yang semakin rumit. Masyarakat Bali, yang banyak bergantung pada gas Elpiji 3 Kg untuk kebutuhan sehari-hari, kini terpaksa menghadapi kesulitan akibat keterbatasan pasokan dan antrean yang semakin panjang. Di sisi lain, pemerintah dan Pertamina juga harus segera menghadapi kenyataan bahwa tanpa persiapan yang matang, kebijakan ini bisa berakhir sebagai sebuah blunder yang merugikan rakyat.

I Made Rai Warsa menutup kritiknya dengan menyatakan bahwa perubahan dan perbaikan harus segera dilakukan. Jika tidak, krisis gas Elpiji 3 Kg ini berpotensi menjadi masalah energi yang lebih besar di masa depan. “Kita harus segera bergerak, tidak bisa menunggu terlalu lama. Masyarakat Bali membutuhkan solusi nyata, bukan hanya janji atau kebijakan yang setengah matang,” tutupnya.

1th#ik-006.02/02/2025

Ke depan, solusi konkret dan kerjasama antara semua pihak terkait akan menjadi kunci untuk mengatasi krisis distribusi gas Elpiji 3 Kg ini. Sebagai daerah wisata yang juga bergantung pada pasokan energi yang stabil, Bali tidak boleh terperangkap dalam kekacauan yang disebabkan oleh kebijakan yang belum dipersiapkan dengan baik. ama/ksm



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button