Tajuk dan Suara Pembaca

Trans Metro Dewata: Solusi Transportasi atau Proyek Gagal di Bali?


Denpasar, PancarPOS | Keberadaan Trans Metro Dewata (TMD), yang sempat digadang-gadang menjadi solusi transportasi publik di Bali, kini dihentikan operasionalnya. Pertanyaan besar pun muncul: siapa yang benar-benar membutuhkan bus kota ini dan ke mana tujuan mereka? Menurut I Wayan Suyadnya, wartawan senior yang juga Pemimpin Redaksi Media Bali, TMD tidak dapat menjawab kebutuhan mayoritas masyarakat Bali yang lebih mengutamakan transportasi jarak pendek dengan sepeda motor pribadi.

Bus Metro Dewata di Bali. (foto: ist/net)

“Bali adalah tempat dengan pola hidup yang lebih mengutamakan perjalanan jarak dekat. Sebagian besar warga tinggal di kawasan yang tidak membutuhkan transportasi umum besar. Sistem zonasi sekolah memastikan anak-anak bersekolah di radius dekat dari rumah, sementara hampir setiap desa memiliki pasar tradisional. Bahkan kantor-kantor pun sering tidak terjangkau oleh jalur TMD,” jelas Wayan Suyadnya.

Sepeda Motor Pilihan Utama Warga Bali

Bali, dengan iklim tropisnya yang nyaman dan jalanan yang sering padat, membuat sepeda motor menjadi kendaraan pilihan utama. Data menunjukkan bahwa jumlah sepeda motor di Bali bahkan melebihi jumlah penduduknya. Dengan adanya toko-toko modern seperti Alfamart dan Indomaret yang tersebar di berbagai sudut, warga dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan tanpa perlu melakukan perjalanan jauh.

“Kenapa harus naik bus kalau sepeda motor jauh lebih cepat, murah, dan praktis? Apalagi warga Bali sudah terbiasa dengan transportasi pribadi yang lebih fleksibel,” tambah Suyadnya yang juga Komisioner KPID Provinsi Bali ini.

1th#ik-030.1/8/2024

TMD: Terbatas untuk Perjalanan Jarak Jauh

Keberadaan TMD mungkin lebih relevan untuk perjalanan jarak jauh, seperti dari Denpasar ke Ubud atau ke Bandara Ngurah Rai. Namun, segmen penumpang ini pun sangat terbatas. Wisatawan yang datang ke Bali cenderung lebih memilih menyewa kendaraan pribadi atau menggunakan layanan transportasi online yang lebih nyaman dan cepat. Bagi warga lokal, TMD tampaknya tidak banyak memberikan dampak signifikan.

Masalah Kemacetan dan Fasilitas yang Kurang Memadai

Ironisnya, meskipun bus besar beroperasi, jumlah penumpang yang minim justru berpotensi memperburuk kemacetan di jalan-jalan utama Bali. Di tengah kondisi jalan yang sudah padat, bus TMD hanya memakan lebih banyak ruang dan berisiko memperlambat mobilitas kendaraan lainnya.

Selain itu, fasilitas halte TMD juga disorot sebagai salah satu masalah utama. Banyak halte hanya berupa plang tanpa tempat duduk, membuat calon penumpang harus berdiri di pinggir jalan dengan sedikit kenyamanan. Hal ini menambah kesan bahwa TMD hanya dirancang tanpa mempertimbangkan kebutuhan riil masyarakat.

1th#ik-043.29/11/2024

Evaluasi TMD: Solusi atau Beban?

Wayan Suyadnya menegaskan bahwa keberadaan TMD harus dievaluasi secara menyeluruh untuk mengetahui apakah bus kota ini benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat Bali. “Evaluasi harus dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan mendasar: siapa target penumpang sebenarnya? Apakah ada cukup banyak penumpang untuk mendukung kelangsungan program ini? Dan apakah rute, jadwal, dan fasilitas halte sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat?” ujarnya.

Ia juga menambahkan, “TMD mungkin bisa menjadi solusi, tetapi itu harus selaras dengan budaya transportasi masyarakat Bali yang sudah terbentuk sejak lama. Tanpa itu, TMD hanya akan menjadi ‘proyek besar’ yang tidak memberikan manfaat yang berarti.”

1bl#ik-042.19/9/2024

Keberadaan TMD memang memiliki potensi, tetapi tanpa adanya perencanaan yang matang dan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan masyarakat, bus kota ini hanya akan menjadi beban baru bagi mobilitas Bali. Untuk itu, solusi transportasi yang benar-benar sesuai dengan pola kehidupan warga Bali perlu dikembangkan lebih lanjut. ***

Oleh: I Wayan Suyadnya, Wartawan Senior yang juga Komisioner KPID Provinsi Bali.



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button