Politik dan Sosial Budaya

Sudirta Sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan RI: Rakyat Sejahtera, Kearifan Lokal Bali Terjaga


Denpasar, PancarPOS | Kearifan lokal Bali kini memerlukan atensi serius untuk menjaganya, terutama di bidang seni dan budaya. Beragam seni budaya, termasuk ritual keagamaan, semakin terpublikasi melalui media sosial digital dan menunjukkan perkembangan yang menarik. Salah satu contohnya adalah tradisi ritual ngaben atau kremasi. Dahulu, ngaben sering dikaitkan dengan biaya mahal, boros tenaga, waktu, dan melelahkan. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, tradisi ini mengalami kemajuan dan rasionalisasi tanpa menghilangkan esensi serta substansi dari prosesi pengabenan.

Jika tidak dilakukan penyesuaian dengan perkembangan zaman, masyarakat Bali berisiko tersingkir dalam persaingan ekonomi dan lapangan kerja di sektor pariwisata. Kompleksitas sistem ekonomi kapitalis yang mengejar efisiensi, termasuk dalam rekrutmen tenaga kerja, menuntut adanya keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian tradisi. Oleh karena itu, diperlukan regulasi pemerintah yang melindungi kearifan lokal dan masyarakat pendukungnya. Dengan demikian, pariwisata Bali yang menguntungkan tidak hanya memberikan keuntungan bagi investor, tetapi juga memberikan mata pencaharian bagi warga lokal.

Anggota DPR-MPR RI dari Dapil Bali, Dr. I Wayan Sudirta, SH, MH, menegaskan hal tersebut dalam sosialisasi 4 Konsensus Dasar Kebangsaan RI yang diadakan di Denpasar pada 27 Februari 2025. Acara ini dihadiri oleh tokoh agama, tokoh adat, mahasiswa, aktivis ormas, dan kalangan media. Selain melakukan sosialisasi secara formal, Sudirta juga turun langsung ke masyarakat dan berdialog dengan berbagai pihak.

Saat melayat ke rumah duka warga di Desa Penebel, Kabupaten Tabanan, atas wafatnya Jro Dasaran Nengah Mager—ayah dari Sekretaris PHDI Provinsi Bali, Putu Wirata Dwikora, SH, MH—Sudirta bertemu dan berbincang serius dengan Dharma Upapati PHDI Bali, Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari. Dalam kesempatan itu, ia menerima berbagai masukan terkait reformasi PHDI. Sudirta, yang juga merupakan wakil rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan, dikenal aktif mendorong reformasi PHDI dalam Mahasabha VIII tahun 2001 agar majelis Hindu lebih memperhatikan pendidikan umat di bidang keagamaan serta menjadi lembaga keagamaan yang independen.

Dalam rangkaian upacara Pitra Yadnya untuk almarhum, hadir pula sejumlah tokoh, antara lain Prof. Dr. IGN Sudiana, MSi (Rektor Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa), I Nyoman Kenak, SH (Ketua PHDI Bali), I Nyoman Budi Adnyana, SH (Ketua Peradi Denpasar), Dr. I Wayan Jondra (Ketua Paiketan Krama Bali), I Nyoman Mertha (Ketua Yayasan Sradha), I Wayan Gede Mardika, SH, MH (Ketua LBH Paiketan), Putu Agung Prianta (Pengusaha Jimbaran Hijau), I Nyoman Sunarta, SH (Advokat), I Gede Harja Astawa, SH (Anggota DPRD Bali Fraksi Gerindra) Beberapa aktivis LSM dan tokoh masyarakat, serta kalangan wartawan.

Tradisi ngaben, yang kaya akan ekspresi seni budaya dan filosofi leluhur, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali. Tradisi ini merupakan bagian dari kearifan lokal yang diakui dalam konstitusi negara sebagai bagian dari Bhinneka Tunggal Ika dalam 4 Konsensus Dasar Kebangsaan RI.

Selain di rumah duka Jro Dasaran Nengah Mager, Sudirta bersama aktivis Pemuda Hindu juga menghadiri rangkaian Pitra Yadnya untuk almarhum I Made Sariyana, tokoh dari Desa Tonja, Kota Denpasar, yang dikremasikan di Krematorium Setra Badung pada 13 Februari 2025. Almarhum Made Sariyana merupakan tokoh yang berjasa bagi jaringan aktivis Pemuda Hindu di masa Orde Baru. Pada tahun 1990-an, ia mengizinkan rumahnya di Jalan Nangka, Denpasar, menjadi sekretariat berbagai organisasi perjuangan, seperti Pemuda Hindu, LBH Satya Yustisia, Ormas KORdEM Bali, dan LSM Bali Corruption Watch.

Made Sariyana juga dikenang sebagai seorang Perbekel Tonja tahun 1965 yang berani menyelamatkan orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI dari eksekusi. Tidak mengherankan jika di masa Orde Baru, ia berani menjadikan rumahnya sebagai markas perjuangan bagi aktivis dan advokat yang melawan kebijakan otoriter.

Sosialisasi nilai-nilai 4 pilar kebangsaan dinilai lebih efektif jika dikombinasikan dengan paparan formal di kelas serta interaksi langsung dengan masyarakat. Menurut Putu Wirata Dwikora, menjaga kearifan lokal merupakan bagian penting dari Bhinneka Tunggal Ika yang harus terus dipertahankan.

Tokoh-tokoh seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan para pahlawan nasional tentu memiliki peran besar dalam sejarah bangsa. Namun, tokoh-tokoh lokal seperti almarhum Made Sariyana juga memberikan kontribusi yang tidak kalah penting bagi keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila sebagai dasar negara, serta UUD NRI 1945 sebagai konstitusi.

“Kami mencatat dengan baik kontribusi Pak Sariyana. Jika bukan karena beliau yang menyediakan tempat bagi para aktivis, kami mungkin tidak bisa bertemu dan berjuang seperti sekarang, meskipun kontribusi kami mungkin kecil,” ujar Prof. Dr. IGN Sudiana, Nyoman Budi Adnyana, SH, Gede Harja Astawa, SH, dan Nyoman Sunarta, SH.

Kini, beberapa aktivis yang dulu berjuang bersama telah menduduki posisi penting di berbagai lembaga, seperti DPR RI, KPU, Bawaslu, dan KPID. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan yang dulu dirintis oleh Made Sariyana terus memberikan dampak positif bagi bangsa dan negara. ora/ama



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button