Ekonomi dan Bisnis

Bangkitkan Eksistensi LPD, Pemecahan Kasus LPD Mesti Utamakan Hukum Adat


Denpasar, PancarPOS | Pesatnya kemajuan pariwasata di Bali yang mendorong perkembangan ekonomi untuk memajukan perekonomian Desa, sehingga Pemerintah Provinsi Bali melalui Prof. Ida Bagus Mantra membentuk LPD (Lembaga Perkreditan Desa). Dimana LPD adalah Lembaga keuangan yang dimiliki oleh Desa Adat, sebagai wadah kekayaan desa yang berupa uang dan surat-surat berharga lainnya, serta melakukan pengelolaan sumber daya keuangan yang menjadi milik desa adat, berupa kegiatan simpan pinjam, yang hingga kini jumlah LPD di Bali pada tahun 2023 mencapai 1.439 dengan total aset Rp30 triliun.

1bl#ik-016.1/3/.2024

Akan tetapi, dengan berjalannya waktu dari sekian LPD di Bali, ada beberapa LPD terkena masalah masalah hukum positif tindak pidana khusus akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Ketua BKS LPD Provinsi Bali, Made Nyiri Yasa, S.Sos., M.MA., dimana kondisi saat ini dalam membangun LPD bisa dibilang banyak beberapa LPD masih merasakan tantangan akibat dari Pengaruh pandemi covid 19 dan permasalahannya sangat disayangkan sampai pada ranah hukum tindak pidana khusus, padahal kalau dilihat berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Pasal 39, dikatakan keberadaan LPD diakui dan dikelola berdasarkan hukum Adat.

Dan berdasarkan surat pemberitahuan hibah Modal LPD dari Gubernur Bali, Wayan Koster tertanggal 20 Desember 2022, bawasanya tidak ada uang Negara di LPD sehingga LPD tidak lagi menjadi obyek pemeriksaan APH. Bahkan pada Pergub Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa, dimana LPD tersebut milik Desa Adat, artinya ketika LPD Pemiliknya desa adat maka pengelolaannya sesuai dengan hukum Adat, perarem, kesepakatan paruman, dan penyelesaian masalah juga secara hukum Adat, maka dipastikan permasalahan LPD bisa diselesaikan tanpa mengganggu kepercayaan Krama sebagai modal utama LPD. Tetapi ketika pengelolaan LPD ada yang bermasalah bahkan sampai masuk ke hukum Tipikor yakni Tindak Pidana Khusus itu bisa membuat kepercayaan Krama Desa Adat menurun terhadap LPD.

1th#ik-014.25/2/2024

“Jadi dengan adanya permasalahan tersebut kami berharap kepada Pengelola LPD dan Bendesa, Kelian Adat atau sebutan lain yang LPD-nya sudah baik Pengelolaannya berdasarkan hukum Adat agar dipertahankan disesuaikan dengan regulasi yang ada, tatkala ketika pemecahan permasalahan tidak mendapatkan titik temu barulah berdasarkan hasil Paruman, melaporkan hal tersebut ke Aparat Penegak Hukum Positif. Tetapi dari yang saya lihat selama ini, ketika pemecahan permasalahan melalui hukum adat hasilnya sangat maksimal, dan LPD tersebut bangkit dari keterpurukan,” ujar Nyiri ketika ditemui di Denpasar, pada Kamis (28/3/2024).

Nyiri melanjutkan, sejatinya penyelesaian permasalahan LPD melalui hukum adat banyak hal positif yang dihasilkan terutama pada tingkat kepercayaan yang tidak hilang, sehingga LPD tersebut tetap bisa kembali eksis. Artinya, adanya LPD yang berjumlah 1.439 akibat segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab membuat beberapa LPD mengahadapi kendala, ditambah lagi masuk hukum Tipikor, perlu pembinaan, penyuluhan hukum dan pengawasan yang memadai dari para panureksa (pengawas, red) LPD. “LPD jangan sampai menjadi Nila Setitik Merusak Susu Sebelangga, inilah yang perlu diwaspadai, sebab modal kemajuan LPD dari para Krama Desa Adat, kalau sudah kepercayaan tidak ada, ya sudah pasti bisa menjadi rush, kredit macet,” ucap Nyiri yang menjadi Pamucuk LPD Desa Ambengan, Sukasada, Buleleng, yang Juga menjabat Ketua BKS LPD Buleleng serta sedikit memiliki Pengalaman sebagai Pengawas Bank Buleleng 45 dengan 3 kali masa Jabatan selama kurang lebih 10 tahun.

1th#ik-072.21/8/2023

“Saya berharap dalam pengelolaan LPD diperlukan melibatkan Panureksa (pengawas internal, red) minimal 3 orang bisa lebih sesuai situasional Desanya yang tujuan semakin banyak orang mengawasi semakin bagus membangun LPD menjadi lebih maju, asal jangan banyaknya panureksa hanya melihat kesalahan pengelola saja, pakai konsep HAPPY (Harmonis, Aman, Profesional, Produktif, dan Yakin) dan konsep ini jalannya harus kompak antara Pamucuk LPD dengan Bendesa Adat,” pungkasnya. tim/ama

Baca Juga :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Back to top button