Pariwisata dan Hiburan

Festival Seni Bali Jani II, Memulai Virtual atau Tidak Sama Sekali?


Denpasar, PancarPOS | Bali menunjukkan wajah lain tanpa pariwisata. Sudah lebih dari delapan bulan, pariwisata Bali hampir ditutup penuh. Aktivitas pariwisata memang ada, namun tak seperti biasanya. Semua pelaku pariwisata mendapatkan dampak yang tiba-tiba. Ada yang masih bertahan karena tabungan masih cukup, ada yang ketar-ketir sebab penghasilan pas-pasan, ada pula yang kosong sama sekali. Bali seketika sepi yang biasanya selalu “hidup” hingar bingar. Di tengah pandemi yang melanda dunia, Bali harus rela mengistirahatkan sebentar sektor pariwisata dan beralih ke sektor yang selama ini potensial namun lupa digarap. Pariwisata selalu bergandengan dengan budaya, seni, juga para pelakunya. Jika pariwisata beristirahat, bagaimana nasib seniman-seniman di Bali? Entahlah…sektor apa yang bisa hidup di tengah wabah ini.

1th#ik-11/10/2020

Masyarakat Bali juga dunia tentu kecewa dengan keputusan untuk PKB untuk tahun 2020 yang rencananya digelar satu bulan penuh dibatalkan demi mencegah meluasnya pandemi COVID-19. Pagelaran budaya terbesar di Bali ini yang nyaris setiap tahun selalu semarak, kini juga harus beristirahat. Batalnya festival seni terbesar di Bali, Pesta Kesenian Bali (PKB 2020) sebagai akibat dari pandemi Covid-19 tak hanya berdampak pada seniman yang telah mulai berlatih untuk penampilan di festival tahunan tersebut. Dampak ini juga dirasakan oleh pihak UPTD Taman Budaya Provinsi Bali, selaku pengelola tempat yang menjadi tuan rumah diselenggarakannya festival tersebut. Sejauh ini, pihak UPTD Taman Budaya Provinsi Bali telah melakukan persiapan perencanaan untuk PKB yang seharusnya dilaksanakan sebulan penuh. Melihat kerugian yang datang dari banyak pihak ini kita dihadapkan pada satu pertanyaan paling mendasar. Apa yang lebih penting dari kesehatan itu sendiri?

Perlahan, semangat optimisme seniman mulai bangkit. Semua lini “dipaksa” bergerak menuju tatanan kreativitas baru agar semuanya bisa tetap produktif, tetap bernapas, dan tidak kehilangan kesempatan untuk memperlihatkan keindahan-keindahan Bali yang tentunya akan sangat dirindukan dunia. Jiwa kreatif seniman tak bisa dipasung lama. Mereka bergerilya bergerak menuju tatanan kehidupan baru dengan cara-cara baru, modern, namun tetap menampilkan seni, budaya yang mumpuni. Pilihannya jatuh pada seni virtual. Mau tidak mau, suka tidak suka, setiap pelaku seni budaya harus “dipaksa” akrab dengan sajian virtual dan pengemasan teknologi digital. Dengan segala tantangan dan permasalahannya, seni virtual adalah langkah awal untuk maju dan tetap eksis.
Salah stau tawaran menarik yang disajikan dinas kebudayaan dalam menjaga eksistensi seni budaya Bali meskipun di tengah pandemi dengan diluncurkannya Festival seni Bali Jani II tahun 2020 yang juga dikemas secara virtual. Festival ini tentu menjadi angin segar dan mengobati kekecewaan masyarakat terhadap dibatalkannya Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun 2020.

1th-ks#1/7/2020

Pemerintah Provinsi Bali di tengah pandemi COVID-19 menggelar Festival Seni Bali Jani (FSBJ) II pada 31 Oktober-7 November 2020 dengan penyajian pentas seni secara virtual melalui kanal YouTube Disbud Provinsi Bali. Festival kali ini mengusung tagar utama #BaliArtsVirtual. Seluruh rangkaian kegiatan dilaksanakan melalui media virtual, dan/atau gabungan pergelaran langsung dengan virtual, dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan sebagai bagian dari ketentuan pelaksanaan.
“Candika Jiwa: Puitika Atma Kerthi”, yang bermakna semesta kreativitas terkini dalam “mencandikan” jiwa, spirit, taksu, atau ide-ide cemerlang menjadi konsep yang diusung dalam Festival Seni Bali Jani. Ini adalah kreasi seniman dalam balutan virtual yang menjawab tantangan bahwa semua seniman harus akrab dengan perkembangan teknologi dan mengemas seni tradisi yang dilakonkannya menjadi sajian virtual yang dapat dipamerkan secara digital di media sosial. Seniman, creator, dan para konseptor yang biasanya sibuk dengan aksi panggung yang mencengangkan, kini harus bergandengan dengan teknologi agar tampilan panggung itu menjadi lebih hidup, bermakna, dan berdampak.

Ada harapan baik di tengah digelarnya Festival Bali Jani II yang dikemas secara virtual ini. Harapan untuk setiap orang agar optimis bahwa pandemi ini akan berakhir, menebarkan semangat kebersamaan untuk dapat bersimpati dan membantu masyarakat yang memang tidak dapat berbuat apa-apa lagi di tengah pandemi, dan juga sajian seni ini dapat menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah kepada masyarakat untuk dapat mencerna dengan baik segala informasi yang bertebaran di media sosial terkait covid-19, kebijakan, peraturan, dan hal lainnya agar tidak terjebak dalam isu berita bohong yang bisa menyesatkan bangsa ini.

1bl#bn-28/8/2020

Seniman yang memulai bergerak dalam seni virtual memiliki tantangan yang tidak mudah. Namun, semuanya harus dimulai dengan langkah awal ini agar para pelaku seni dan budaya tetap menjaga eksistensi dan masyarakat bisa tercerdaskan dengan tontonan seni budaya di tengah pandemi ini. Jika tidak mulai dengan langkah virtual ini, takutnya delapan bulan, setahun, dua tahun, tidak menjadi jawaban kapan pandemi ini akan berakhir dan seniman tidak melakukan hal apa-apa, selama itu pula menjadikan semua lini, termasuk masyarakat semakin tumpul dalam karakter kesenian dan kebudayaan itu sendiri?

Sudah delapan bulan wayang-wayang dalang tidak dibangkitkan. Lebih dari delapan bulan tubuh penari kaku-kaku sebab tak ada panggilan pentas. Hampir berjamur pakaian seniman sebab tak dikenakan. Makin sumbang pikiran manusia karena kurang tontonan seni budaya. Semua itu harus bangkit lagi. Bukankah sebagai orang Bali memang sudah trahnya berkiprah dalam pelestarian seni budaya?***

Baca Juga :

Tinggalkan Balasan


Back to top button