Teknologi dan Otomotif

Kebijakan PPN 12% dan Opsen Pajak 2025: Ancaman bagi Industri Otomotif di Bali


Denpasar, PancarPOS | Indonesia menghadapi tantangan besar di sektor ekonomi, terutama dengan rencana penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen dan opsen pajak pada awal tahun 2025. Kebijakan ini diprediksi akan menambah tekanan pada industri otomotif nasional, khususnya di Bali yang dikenal memiliki basis penggemar otomotif yang besar dan loyal. Sebagai destinasi wisata internasional dan salah satu provinsi dengan tingkat konsumsi otomotif yang tinggi, Bali dapat mengalami dampak signifikan dari kebijakan ini. Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa penerapan PPN yang lebih tinggi dan opsi pajak baru ini akan menurunkan daya beli masyarakat dan menghambat pertumbuhan industri yang tengah berusaha bangkit setelah masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19.

Keluhan Penggemar Otomotif di Bali
Seperti diungkapkan Kadek Rai Sukarya, salah satu penggemar otomotif di Bali, mengungkapkan keprihatinannya mengenai dampak kebijakan tersebut. “Dengan adanya opsen pajak, harga motor dan kendaraan lainnya tentu akan semakin mahal. Daya beli masyarakat pun menurun. Saya sendiri harus menunda rencana membeli motor baru karena harga yang semakin tinggi. Ini menjadi beban bagi kami yang mengandalkan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi utama,” ujarnya. Hal serupa juga disampaikan oleh Wayan Ekayana, seorang pencinta otomotif lainnya yang menilai kebijakan ini sangat memberatkan. “Kenaikan pajak ini sangat mengkhawatirkan, apalagi di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Masyarakat di Bali, khususnya yang berprofesi sebagai pengusaha pariwisata dan pekerja informal, akan sangat terpukul. Mereka kesulitan membeli kendaraan baru jika harga semakin melonjak akibat pajak yang tinggi,” ungkapnya.

Dampak Pada Industri Otomotif: Penurunan Penjualan
Industri otomotif, menjadi pilar penting bagi perekonomian Bali. Kebijakan opsen pajak dikhawatirkan memicu kekhawatiran industri otomotif kendaraan roda 2 dan roda 4 di wilayah Bali. Bisa diprediksi bahwa kenaikan pajak yang signifikan ini dapat menurunkan minat beli masyarakat khususnya di pasar otomotif kelas menengah. Beberapa pelaku usaha berharap pemerintah bisa memberikan dispensasi atau insentif yang lebih menguntungkan untuk mengurangi beban pajak ini.

Yohanes Kurniawan selaku region Head Astra Motor Bali menyampaikan, sebagai Main Dealer Motor Honda, Astra Motor Bali pasti mendukung setiap program Pemerintah. Pemberlakukan Opsen pastinya akan berdampak signifikan terhadap masyarakat, konsumen dan bisnis roda dua.
“Kami berharap bersamaan dengan pemberlakukan opsen ini, Pemerintah dapat memberikan kebijakan lain seperti pemberian insentif untuk menjaga daya beli masyarakat Bali”, ungkap Yohanes Kurniawan.
Dia juga menambahkan bahwa Bali sebagai salah satu pasar otomotif terbesar di Indonesia, sangat rentan terhadap dampak negatif kebijakan ini.
Sejumlah ekonomi juga menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat tanpa memberatkan sektor industri. “Pemerintah perlu bijak dalam mengambil langkah kebijakan. Di satu sisi, pemerintah perlu mendapatkan pendapatan pajak yang cukup, namun di sisi lain, kebijakan tersebut tidak boleh menghancurkan daya beli masyarakat dan menghambat pertumbuhan sektor-sektor penting seperti otomotif,” ujar salah satu ekonom, Dr. Ketut Pande Sasmita. Bali, yang memiliki ketergantungan besar terhadap sektor pariwisata dan industri otomotif, membutuhkan solusi yang dapat mengakomodasi kedua kepentingan tersebut. “Kebijakan yang tidak memberatkan masyarakat dan tetap mendukung pertumbuhan industri sangat diperlukan di masa-masa sulit seperti ini,” tambahnya.

Potensi Ancaman terhadap Ekonomi Bali
Selain dampak langsung terhadap industri otomotif, kebijakan PPN 12 persen dan opsen pajak juga dapat memperburuk ketimpangan ekonomi di Bali. Banyak pelaku usaha kecil, yang sebagian besar mengandalkan kendaraan roda dua sebagai alat transportasi, bisa terhambat dalam melanjutkan usaha mereka. Kenaikan harga kendaraan bermotor akibat pajak yang lebih tinggi bisa menjadi penghalang bagi banyak orang untuk membeli kendaraan baru, yang pada gilirannya akan mengurangi daya beli masyarakat dan melambatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini juga berisiko memperburuk kesenjangan sosial, karena kelompok-kelompok masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah akan lebih terpengaruh. Bagi masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata dan usaha kecil lainnya, kemampuan untuk membeli kendaraan baru akan semakin sulit.

Tantangan Bagi Pemerintah
Dengan keluhan dan kekhawatiran yang muncul dari berbagai pihak, pemerintah dituntut untuk meninjau ulang kebijakan PPN 12 persen dan opsen pajak yang akan diterapkan pada 2025. Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang dampak jangka panjang kebijakan ini terhadap industri otomotif dan ekonomi Bali secara keseluruhan. Para pelaku industri, pengusaha, serta masyarakat Bali berharap agar ada kebijakan yang dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan untuk meningkatkan penerimaan negara melalui pajak dan upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi serta kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya keluhan dan kekhawatiran dari berbagai pihak, diharapkan pemerintah dapat segera meninjau ulang kebijakan ini agar tidak berdampak negatif bagi industri otomotif dan perekonomian Bali secara keseluruhan.

Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya berorientasi pada penerimaan pajak semata, tetapi juga memperhatikan kelangsungan ekonomi di tingkat daerah yang sangat bergantung pada sektor-sektor tertentu seperti otomotif dan pariwisata. ama/ksm



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button