Hukum dan Kriminal

Putusan Kasus Penodaan Nyepi Tak Sesuai Harapan, Kejari Singaraja Didesak Eksekusi Putusan MA


Buleleng, PancarPOS | Forum Peduli Bali Shanti (FPBS), sebuah aliansi dari berbagai organisasi kemasyarakatan Hindu dan aktivis, mendesak Kejaksaan Negeri Singaraja untuk segera melaksanakan eksekusi terhadap Terdakwa Acmat Saini (51) dan Mokhamad Rasad (57), yang telah divonis bersalah atas penodaan hari suci Nyepi pada tahun 2023.FPBS menegaskan bahwa eksekusi harus dilaksanakan sesuai dengan amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung (MA).

FPBS, yang terdiri dari berbagai elemen seperti Parisada Hindu Dharma Indonesia, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Persatuan Pemuda Hindu Indonesia (PERADAH), Yayasan Sradha, Tim Hukum PHDI Bali, LBH Paiketan Krama Bali, serta sejumlah aktivis Hindu lainnya, telah secara aktif mengadvokasi kasus ini untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan mencegah terulangnya peristiwa serupa di masa depan.

Kasus ini bermula saat kedua terdakwa, Acmat Saini dan Mokhamad Rasad, dijatuhi hukuman enam bulan penjara dengan percobaan satu tahun setelah mereka dinyatakan bersalah melakukan penodaan terhadap agama Hindu saat perayaan Nyepi 2023 di Desa Sumberkelampok. Meskipun FPBS menilai hukuman tersebut terlalu ringan, mereka tetap menghormati putusan pertama dan melakukan aksi damai ke Kejaksaan Tinggi Bali dan Pengadilan Tinggi Denpasar, dengan harapan hukuman tersebut dapat diperberat.

Setelah melalui proses banding, majelis Pengadilan Tinggi Denpasar memutuskan untuk memperberat hukuman kedua terdakwa menjadi empat bulan penjara. FPBS menerima putusan ini, meskipun tetap menganggap hukuman tersebut tidak sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh kedua terdakwa. Dengan adanya putusan tersebut, FPBS mendukung penuh keputusan Mahkamah Agung yang memperkuat putusan banding dan meminta agar eksekusi segera dilaksanakan tanpa ada intervensi apapun.

“Ketika putusan MA sudah berkekuatan hukum tetap, tidak ada alasan untuk menunda eksekusi. Kami mendukung Kejaksaan Negeri Singaraja untuk melaksanakannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Tidak boleh ada pihak manapun yang mengintervensi proses penegakan hukum,” tegas Nyoman Kenak, SH, Ketua PHDI Bali, dalam keterangan persnya.

Senada dengan itu, Ir. Putu Wirata Dwikora, SH, MH, Ketua Tim Hukum PHDI Bali, menambahkan, “Kami ingin menegaskan bahwa penegakan hukum adalah bagian dari penghormatan terhadap keragaman agama, suku, dan budaya yang ada di Bali. Jika eksekusi tidak dilaksanakan, ini bisa menciptakan preseden buruk, yang berisiko mengganggu stabilitas hukum dan kerukunan antar umat beragama.”

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Eka dari PERADAH Bali, yang menyatakan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. “Jika tidak ingin dihukum, jangan melanggar norma hukum, terlebih dalam hal hubungan antar umat beragama. Kami ingin menjaga kerukunan, namun itu harus didasari dengan penghargaan terhadap hukum,” ujarnya.

FPBS juga mengingatkan bahwa menghormati putusan hukum yang telah inkracht merupakan bentuk dari komitmen terhadap keadilan dan kepastian hukum. “Jika eksekusi tidak dilaksanakan, itu akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan menciptakan preseden buruk. Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi hukum, kita harus menghargai mekanisme peradilan dan memastikan bahwa keadilan dapat dirasakan oleh semua pihak,” ungkap Made Bandem Dananjaya, SH, MH, salah satu anggota Tim Hukum PHDI Bali.

Sementara itu, Kepala Desa Sumberkelampok, Suwitra Yasa, telah mengajukan permohonan kepada Kejaksaan Negeri Buleleng untuk tidak melaksanakan eksekusi terhadap kedua terdakwa, dengan alasan khawatir dapat menimbulkan ketegangan di desa tersebut. Permohonan tersebut disampaikan pada Senin, 20 Januari 2025, dengan harapan agar eksekusi tidak mengganggu kerukunan antar umat beragama di Desa Sumberkelampok.

Namun, FPBS menegaskan bahwa meskipun ada kekhawatiran terkait kerukunan sosial, hal ini tidak dapat mengabaikan penegakan hukum yang telah berjalan sesuai prosedur. “Menjaga kenyamanan dan kondusifitas tidak boleh mengorbankan penegakan hukum. Hukum harus ditegakkan dengan tegas demi keadilan bagi semua pihak,” tambah Wayan Sukayasa, ST, SH, M.I.Kom, dari Tim Hukum PHDI Bali.

Dengan demikian, FPBS mengingatkan kepada semua pihak untuk menghormati proses hukum yang telah berjalan dan mendukung pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah Agung demi kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh masyarakat Bali. ora/ama



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button