Ekonomi dan Bisnis

Tata kelola LPD di Bali, Minimalisir Resiko Tipikor Lewat SDM Berkualitas


Denpasar, PancarPOS | Manajemen resiko Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dari kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) penting dilakukan, salah satunya dengan menempatkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas. Menurut Anggota DPD RI Perwakilan Bali, Dr. Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, dalam momentum diskusi akhir tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali di Denpasar, diungkapkan bahwa LPD menjadi sebuah karya pemikiran kreatif modal budaya dan kebudayaan Bali dalam beradaptasi, di mana desa adat sebagai agent of change.

“Jadi LPD merupakan lembaga keuangan yang dimiliki secara kolektif oleh masyarakat adat melalui desa adat. Tujuan utama dibentuknya LPD (Prof. Mantra, 1984) adalah untuk membantu desa adat di Bali dalam menjalankan fungsi-fungsi kulturalnya,” ujar Rai Mantra, Rabu (18/12/2024). Ditegaskan Rai Mantra kelahiran 30 April 1967 ini bahwa pemahaman atas LPD ini terdapat suatu ‘perkawinan’ antara nilai-nilai tradisional dengan manajemen modern.

“Dari itulah, lembaga-lembaga adat mampu bertransformasi dengan reinterpretasi-reinteraksi-adaptasi, yang mampu menjawab aspirasi masyarakat modern,” kata mantan Walikota Denpasar periode 2008-2015 dan periode 2016-2021 ini. Karena itu, Rai Mantra menekankan adanya kemajuan atau modernisasi memerlukan landasan-landasan budaya yang kuat dan kreatif, dan berakar pada kepribadian. “Jelas saja tidak mungkin terjadi modernisasi dengan budaya yang tidak mendalam, karena kalau terjadi akibatnya akan menghanyutkan bangsa itu sendiri kearah ketergantungan kepada kekuatan luar,” tegas Rai Mantra.

Di sisi lain, nilai-nilai budaya yang luhur perlu dikembangkan lewat revitalisasi lembaga, lembaga tradisional, sehingga mampu menampung aspirasi masyarakat modern, termasuk LPD. “Ada logika kelembagaan, ada nilai, norma, dan pengetahuan. Jadi kebudayaan juga tidak hanya sekedar dilestarikan, tetapi ada pengetahuannya. Landasan kebudayaan memiliki potensi, yang terletak dari nilai kebersamaannya, persatuan dan kesatuan yanh kita sebut sebagai budaya kolektivitas. Desa Adat hidup secara kolektif, sosial, dan ekonomi (konsep gotong royong/kemandirian). Sehingga, LPD hadir dengan dipikirkan secara holistik, nilai tradisi digabungnkan dengan nilai modernisasi,” tegas anggota DPD RI perwakilan Bali dan terpilih dengan perolehan suara tertinggi sebesar 494.698 suara ini.

Sementara itu, dari Kejati Bali menghadirkan pembicara Kepala Seksi Sosial, Budaya, dan Kemasyarakatan Kejati Bali, Anak Agung Ngurah Jayalantara, SH., MH., yang menekankan bahwa keberadaan LPD di Bali juga perlu memahami perkembangan hukum positif di Indonesia. Agung Jayalantara menilai kredit yang diberikan LPD kepada orang di luar desa adat, orang yang di black list, sehingga proses kredit kerap terjadi macet. Pengalamannya menanggani LPD Anturan menjadi contohnya yang berperkara. “Saya diprotes masyarakat Anturan sendiri. Pak Agung tolong lepaskan LPD kami, biar uang kami bisa kembali. Saya tanya balik, sehebat apa hukum adat bapak mengejar aset yang keluar, 200 kali paruman bapak tidak akan bisa. Jadi, hanya hukum positif yang mampu menangganinya. Upaya paksa itu hanya dapat dilakukan hukum positif. Makanya, LPD itu bisnis prosesnya sudah seperti bank. Tetapi, tidak ada yang bisa menjamin simpanan masyarakat. Di sanalah, kita lalai dalam memberikan LPD ruang untuk berusaha,” tegasnya.

LPD diharapkan berperan hanya untuk masyarakat di sekitar desa adatnya. Selain itu, masih perlu ada penguatan dari dalam LPD, untuk menjamin uang simpanan masyarakat kecil tetap aman. “LPD agar di tatanan desa adatnya, kalau ada masalah di sana. Silahkan desa adat berperan untuk menyelesaikannya. Tetapi dengan masyarakat di luar adat (pinjaman kredit), faktanya sekarang banyak LPD yang macet,” tandasnya. uma/ama/kel



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button