Tajuk dan Suara Pembaca

Pinjaman “Jumbo” Rp3 Triliun Atasi Kemacetan, Ujian Strategi Jangka Panjang Pemkab Badung


Badung, PancarPOSPemerintah Kabupaten Badung berencana meminjam dana sebesar Rp3 triliun demi menanggulangi persoalan kronis, terutama kemacetan lalu lintas. Wacana ini menimbulkan pro dan kontra, baik dari kalangan legislatif, masyarakat, maupun pengamat kebijakan. Namun lebih dari sekadar soal teknis infrastruktur, keputusan ini patut ditinjau dari kacamata manajemen stratejik sebagai fondasi perumusan kebijakan publik jangka panjang.

Dalam perspektif manajemen stratejik, langkah Pemkab Badung harus dilihat sebagai bagian dari formulasi strategi berbasis visi daerah, yakni menjadikan Badung sebagai kawasan pariwisata berkelas dunia yang inklusif, berkelanjutan, dan nyaman bagi semua pengguna jalan. Kemacetan yang kian parah di kawasan Kuta, Seminyak, hingga Canggu memang telah menggerus daya saing destinasi dan mengancam kepuasan wisatawan. Maka, strategi pembangunan infrastruktur transportasi bukan semata kebutuhan taktis, melainkan langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan ekonomi lokal.

Namun demikian, keputusan meminjam dana dalam jumlah besar seharusnya melalui analisis lingkungan eksternal dan internal secara komprehensif. Di sisi eksternal, Pemkab perlu mencermati dinamika industri pariwisata global pascapandemi, tren transportasi hijau, serta tekanan perubahan iklim. Sementara di sisi internal, kesiapan fiskal daerah, kapabilitas teknis birokrasi, dan dukungan politik menjadi variabel penting dalam eksekusi strategi.

Pinjaman jumbo ini idealnya disertai rencana induk transportasi terpadu yang terintegrasi dengan pembangunan ruang kota. Bila tidak, potensi kegagalan strategis sangat tinggi: proyek yang mahal tapi tidak menyentuh akar masalah, yaitu tata guna lahan yang tak terkendali, perilaku berkendara individu yang dominan, serta lemahnya moda transportasi publik. Tanpa pendekatan sistemik dan berbasis data, upaya mengurai simpul kemacetan hanya akan menjadi solusi tambal sulam yang mahal.

Selanjutnya, dalam tahap implementasi strategi, prinsip manajemen risiko harus menjadi rujukan. Pinjaman sebesar ini berimplikasi pada kewajiban fiskal jangka panjang yang tidak boleh mengorbankan sektor strategis lainnya seperti pendidikan, kesehatan, atau pengentasan kemiskinan. Oleh sebab itu, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik menjadi kunci keberhasilan strategi.

Pemkab Badung mesti menjadikan momen ini sebagai refleksi strategis: apakah semua inisiatif pembangunan benar-benar mengarah pada peningkatan nilai tambah jangka panjang? Ataukah hanya menjadi proyek mercusuar yang tidak selaras dengan kapasitas dan kebutuhan warga?

Pinjaman besar bukanlah kesalahan, selama ia dikelola dalam kerangka manajemen stratejik yang matang, adaptif, dan berorientasi hasil. Badung berkesempatan menjadi model bagi daerah lain, bila mampu membuktikan bahwa pembangunan infrastruktur bisa menjadi investasi sosial dan ekonomi yang inklusif. Namun jika gagal, beban utang bisa menjadi bom waktu yang menghantam generasi berikutnya.

Pemimpin strategis bukan yang hanya mampu membangun jalan, melainkan yang mampu membangun sistem, merancang visi, dan menggerakkan semua elemen agar perubahan yang dicapai bersifat berkelanjutan. ***

Oleh: I Wayan Surnantaka (Mahasiswa Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Udayana)



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button