Wujud Syukur dan Tolenransi Pasca Nyepi, Warga Catur Desa Jaga Tradisi “Nyakan Diwang”

Buleleng, PancarPOS | Sehari setelah merayakan Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Çaka dikenal dengan Hari Ngembak Geni, seluruh warga Catur Desa di Kecamatan Banjar, yakni Desa Gobleg, Munduk, Gesing, dan Umajero terus menjaga dan melanjutkan tradisi “Nyakan Diwang”. Tradisi unik di wilayah Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali ini, sebagai tradisi Desa Tua yang sudah turun temurun di sekitar daerah tersebut. Di mulai sejak ratusan tahun yang lalu warga setempat menyebut dengan Nyakan Diwang atau memasak berbagai makanan di pingiran jalan atau di depan jalan masing-masing rumah warga.

Tradisi unik ini, juga wajib rutin setiap tahunnya dijalankan oleh masyarakat Desa Gobleg yang letaknya sekitar 15 kilometer dari arah barat Kota Singaraja yang menjadi salah satu desa naungan di wilayah Kecamatan Banjar. Tradisi kuno ini, juga mencerminkan kebersamaan masyarakat setempat untuk menjalani Tahun Baru Çaka secara toleran dan wujud rasa syukur sebagai perwujudan perayaan Hari Dharma Shanti Nyepi. “Ada tradisi dalam rangkaian hari raya Nyepi yang dinamakan Nyakan Diwang yang terlihat berbeda dengan daerah lain,” ungkap salah satu warga Banjar Tengah, Desa Gobleg, Ketut Darma, ketika ikut Nyakan Diwang di depan rumahnya, pada Selasa (12/3/2024).
Dari namanya Nyakan Diwang yang terdiri dari kata “Nyakan” dapat diartinya memasak makanan dan “Diwang” berarti di luar. Jadi Nyakan Diwang menurut masyarakat di Desa Gobleg memasak makanan di luar rumah. Tradisi ini menurut penuturan warga sudah ada sejak ratusan tahun silam, ketika nenek moyang mereka mulai membangun desa. Tradisi berabab-abab ini, dilakukan pasca Nyepi, atau pada Hari Ngembak Geni, yakni sehari setelah melaksanakan Catur Bratha Panyepian yang dipersiapkan mulai tepat pukul 00:00 WITA dini hari setelah Nyepi Usai. Memang sedikit berbeda dengan perayaan Nyepi di daerah lain yang biasanya baru berakhir pukul 06:00 WITA, warga Desa Gobleg sejak subuh sudah bisa mulai menyalakan api.

Tampak di setiap jalan di depan rumah warga satu persatu sibuk mempersiapkan tungku sederhana dengan tumpukan batu dan bata ataupun batako. Mereka mulai memasak makanan yang dipersiapkan oleh laki-laki dan perempuan serta anak-anak pun ikut larut dan berbaur bersama sambil sesekali bertandang menyapa para tetangga yang juga sibuk memasak sebagai tanda mengawali Tahun Baru Çaka 1946. Semua warga menumpahkan seluruh aktifitas memasaknya yang dimulai menanak nasi, membuat lauk pauk sampai masakan lainnya. Aktifitas unik ini hanya dapat ditemui dan terjadi selama sehari saja selama ngembak geni di Desa Gobleg dan di wilayah desa sekitar Catur Desa.
“Warga meyakini tradisi ini sudah dijalankan turun temurun oleh nenek moyangnya sebagai perlambang kebersamaan dan silahturahmi antar warga maupun dengan sesama untuk menjalani kehidupan di Tahun Baru Umat Hindu ini,” pungkas Ketut Darma. ama/ksm
