Tajuk dan Suara Pembaca

Bali Larang Botol Plastik Sekali Pakai,  Strategi Lingkungan yang Visioner, Bukan Penghambat Investasi


Denpasar, PancarPOS | Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah tegas dalam menjaga kelestarian lingkungan dengan memberlakukan kebijakan larangan penggunaan botol plastik sekali pakai, khususnya untuk air minum kemasan berukuran di bawah 1 liter. Kebijakan era Gubernur Bali, Dr. Ir. Wayan Koster, MM ini, mulai diterapkan secara menyeluruh di instansi pemerintahan, swasta, sekolah, tempat usaha, dan ruang publik lainnya. Tujuan utamanya adalah menekan timbulan sampah plastik yang selama ini menjadi ancaman serius terhadap lingkungan Bali, terutama ekosistem pesisir dan laut yang menjadi tulang punggung pariwisata.

Kebijakan ini tidak hadir dalam ruang hampa. Bali dikenal sebagai salah satu provinsi yang paling progresif dalam hal kebijakan lingkungan. Bahkan sejak 2019, Bali telah melarang penggunaan kantong plastik, styrofoam, dan sedotan plastik sekali pakai. Kini, larangan terhadap botol plastik kecil menjadi lanjutan dari visi menjadikan Bali sebagai pusat wisata yang berbudaya dan berwawasan lingkungan. Dari perspektif manajemen strategik, ini adalah bentuk sustainable strategic positioning memanfaatkan kebijakan lingkungan sebagai instrumen pembeda sekaligus peningkat nilai tambah destinasi.

1th#ik-006.16/02/2025

Namun, sebagaimana semua strategi, kebijakan ini akan sangat tergantung pada cara implementasinya. Dalam praktik manajemen strategik aplikatif, strategi yang baik adalah strategi yang mampu diterjemahkan ke dalam kebijakan operasional yang jelas, terukur, dan inklusif. Pemerintah tidak bisa hanya mengeluarkan larangan tanpa memikirkan alternatif solusi bagi masyarakat dan pelaku usaha. Perlu adanya roadmap implementasi yang mencakup edukasi publik, insentif bagi produsen yang berinovasi dengan kemasan ramah lingkungan, serta dukungan terhadap UKM yang terdampak.

Penting untuk ditegaskan bahwa kebijakan ini tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan penutupan pabrik PT Coca Cola Amatil Indonesia di Kabupaten Badung. Sejumlah pihak sempat menduga adanya keterkaitan, mengingat perusahaan tersebut merupakan produsen minuman dalam kemasan plastik. Namun, dari penelusuran informasi yang akurat, penutupan tersebut lebih disebabkan oleh strategi efisiensi dan konsolidasi operasional perusahaan secara nasional. Artinya, kebijakan larangan botol plastik tidak dapat disalahkan sebagai pemicu hengkangnya investasi.

Sayangnya, persepsi publik mudah terdistorsi jika komunikasi strategis dari pemerintah tidak kuat. Di sinilah peran strategic communication menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa kebijakan lingkungan tidak dimaknai sebagai penghambat usaha, melainkan sebagai langkah proaktif menciptakan iklim bisnis yang berorientasi jangka panjang. Bisnis masa depan adalah bisnis yang hijau dan bertanggung jawab sosial dan Bali telah memulainya sejak sekarang.

1th#ik-030.1/8/2024

Dalam konteks manajemen perubahan (change management), resistensi bisa diminimalisir jika pemerintah membangun narasi perubahan yang inklusif. Masyarakat, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya perlu dilibatkan dalam setiap tahap perubahan. Transformasi menuju ekonomi sirkular yang mengutamakan daur ulang, pengurangan limbah, dan efisiensi sumber daya perlu dijelaskan tidak hanya sebagai kewajiban moral, tetapi juga peluang ekonomi baru.

Bali memiliki peluang besar menjadi laboratorium hidup (living laboratory) bagi strategi pembangunan berkelanjutan. Dengan pelarangan botol plastik sekali pakai, Bali bukan hanya menjaga lingkungan, tetapi juga membangun fondasi ekonomi baru yang resilien, adaptif, dan berdaya saing global. Dunia internasional akan lebih menghargai daerah yang berani mengambil langkah konkret daripada sekadar mengumbar slogan.

Karena itu, dukungan semua pihak menjadi penting. Pemerintah pusat perlu melihat kebijakan ini sebagai inisiatif lokal yang layak didukung melalui regulasi dan anggaran. Dunia usaha perlu menjadikannya sebagai tantangan inovasi, bukan beban tambahan. Dan masyarakat Bali sebagai pemilik sah dari tanah dan lautnya harus menjadi aktor utama dalam mewujudkan transformasi ini.

1bl#bn-026.12/5/2024

Larangan botol plastik sekali pakai bukan akhir dari kenyamanan, melainkan awal dari peradaban baru yang lebih bijak dan berkelanjutan. Jika Bali berhasil, dunia akan belajar. Jika Bali gagal, kita hanya akan menjadi pulau indah yang perlahan tenggelam oleh sampahnya sendiri. ***

Oleh: I Wayan Surnantaka, ST (Mahasiswa Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Udayana)



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button