Tajuk dan Suara Pembaca

Transportasi Massal Daerah Salah Kaprah


Denpasar, PancarPOS |.Di tengah hiruk-pikuk Bali yang semakin padat, kehadiran Transportasi Massal Daerah (TMD) diharapkan menjadi solusi atas kemacetan yang melilit Pulau Dewata. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa TMD sering kali salah kaprah dalam perannya. Alih-alih menjadi angkutan massal yang efektif, TMD justru cenderung berfungsi sebagai angkutan publik, sehingga tidak mampu menekan angka penggunaan kendaraan pribadi.

Angkutan Massal dan Angkutan Publik: Dua Konsep yang Berbeda

Banyak yang keliru memahami perbedaan antara angkutan massal dan angkutan publik. Taksi, ojek online, atau mobil plat kuning termasuk kategori angkutan publik—layanan transportasi yang mengangkut penumpang secara individual atau dalam kelompok kecil. Sementara itu, angkutan massal adalah kendaraan yang dirancang untuk mengangkut banyak orang dalam satu perjalanan, seperti bus TMD atau kereta, dengan tujuan utama mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan.

Jika TMD hanya mengangkut dua atau tiga penumpang per perjalanan, ia tidak berbeda dengan taksi biasa. Bukannya mengurai kemacetan, TMD dalam bentuk ini justru menambah beban lalu lintas. Inilah yang salah kaprah, salah strategi: TMD justru dijadikan Angkutan Publik, dan banyak yang teriak2 mengembalilan TMD sebagai angkutan publik. Sekali lagi ini SALAH KAPRAH.

Salah satu contoh mencolok adalah rute TMD yang masuk keluar kawasan Renon. Sebuah kawasan yang dikenal sebagai pusat perkantoran. Apakah pegawai kantor di Renon benar-benar menggunakan TMD? Saya lihat mereka lebih memilih kenyamanan kendaraan pribadi, selain itu tidakkah menjadikan ASN sbagai target penumpang sebagai kesalahan karena TMD adalah kendaraan subsisi sementara ASN tak boleh menerima subsidi sebagaimana ia tak boleh pakai LPG 3 Kg? Pertanyaan ini patut menjadi refleksi.

Seharusnya, TMD dirancang untuk menarik pengguna kendaraan pribadi agar beralih ke transportasi massal. Namun, kenyataannya, TMD sering kali tidak memiliki daya tarik yang cukup. Hal ini diperparah dengan pengelolaan yang tampaknya belum sepenuhnya memahami esensi transportasi massal.

Mengapa Belum Efektif?

1. Target Penumpang yang Tidak Tepat:
Rute dan jadwal TMD sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan mayoritas masyarakat.

2. Kurangnya Integrasi dengan Sistem Transportasi Lain: TMD seharusnya menjadi bagian dari jaringan transportasi yang lebih luas, memungkinkan perpindahan mudah dari satu moda ke moda lainnya.

3. Minimnya Edukasi tentang Transportasi Massal: Banyak orang, termasuk pengelola, tampaknya belum memahami peran angkutan massal dalam mengatasi kemacetan.

Solusi untuk menjadikan TMD benar-benar sebagai angkutan massal, ada beberapa langkah yang bisa diambil:

1. Redesain Rute dan Jadwal: Fokus pada rute padat pengguna, seperti kawasan wisata dan pemukiman ke pusat kota dengan perjalanan jauh. Rute dekat cenderung menggunakan sepeda motor atau mobil pribadi.

2. Kampanye Edukasi: Sosialisasikan pentingnya angkutan massal bagi masyarakat dan bagaimana TMD bisa menjadi solusi.

3. Integrasi Sistem: Bangun jaringan yang menghubungkan TMD dengan moda transportasi lain, seperti angkutan desa atau ojek online.

Jadi, TMD sejatinya memiliki potensi besar untuk mengatasi kemacetan di Bali. Namun, selama pengelolaan dan pemahaman tentang transportasi massal belum diperbaiki, ia hanya akan menjadi angkutan publik biasa yang malah menambah masalah. Transformasi ini membutuhkan kerja sama antara pemerintah, pengelola, dan masyarakat untuk mewujudkan visi transportasi yang lebih baik. Mampukah keluar dari jerat kesalahkaprahan ini? Mari kita renungkan!!! ***

Oleh: I Wayan Suyadnya (Komisioner KPI Bali)



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button