Pariwisata dan Hiburan

DPRD Tabanan Desak Evaluasi Kawasan Strategis Pariwisata di Pesisir Selatan


Tabanan, PancarPOS | Rencana pengembangan kawasan strategis pariwisata di wilayah pesisir selatan Kabupaten Tabanan hingga kini belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Padahal, pemerintah daerah telah mengeluarkan belasan ribu hektare sawah dari status Lahan Sawah Dilindungi (LSD) demi memberi ruang investasi. Namun, sebagian besar lahan yang sudah dibebaskan dan dikuasai investor belum juga dibangun.

Kondisi ini menuai sorotan dari Anggota DPRD Tabanan yang juga Fraksi PDI Perjuangan. Ketua Fraksi, I Putu Eka Putra Nurcahyadi, mendesak pemerintah daerah agar bersikap lebih tegas menindaklanjuti pemanfaatan kawasan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2023 tersebut.

“Kalau tidak ada pembangunan atau perizinan sampai 2026, maka tidak ada alasan untuk mempertahankan zona pariwisata itu. Akan kami dorong untuk dikembalikan jadi lahan pertanian,” tegas Eka di Tabanan, pada Senin (21/4/2025).

Ia menilai pemerintah sudah cukup memberi kelonggaran dan ruang bagi para investor. Namun, minimnya progres pembangunan menunjukkan bahwa penguasaan lahan lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan transaksi jual beli, bukan untuk realisasi investasi yang berdampak langsung pada masyarakat.

“Pemerintah sudah longgarkan aturan, beri ruang, tapi kalau ujung-ujungnya cuma transaksi lahan, itu tidak memberikan nilai tambah bagi masyarakat maupun daerah,” imbuh politisi asal Kecamatan Marga tersebut.

Dalam pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun Anggaran 2024, DPRD juga menyoroti minimnya kontribusi kawasan tersebut terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meski penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) melonjak hingga 300 persen akibat tingginya transaksi lahan, sektor Pajak Hotel dan Restoran (PHR) justru stagnan.

“BPHTB naik pesat, tapi PHR tidak bergerak. Artinya, belum ada kegiatan ekonomi nyata. Ini harus jadi evaluasi serius,” ujar Eka.

Ia juga menyoroti belum optimalnya pengelolaan potensi sembilan jenis pajak daerah karena kurangnya inovasi kebijakan yang langsung menyasar masyarakat. Menurutnya, langkah evaluasi bukanlah bentuk penolakan terhadap investasi, melainkan upaya mengarahkan pembangunan agar tetap terkontrol dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

“Jika sampai tiga tahun tidak ada progres, kami akan gunakan itu sebagai dasar untuk mengusulkan kawasan tersebut dikembalikan menjadi LSD. Ini penting sebagai acuan dalam revisi RTRW lima tahun ke depan,” tutupnya. mas/ama/*



MinungNews.ID

Saluran Google News PancarPOS.com

Baca Juga :



Back to top button