Rencana TPS Bhuana Giri, Pemkab Karangasem Diminta Jangan Gegabah

Karangasem, PancarPOS | Masyarakat Bhuana Giri pro kontra terhadap rencana Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) yang direncanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Karangasem. Pengolahan sampah akan diolah menjadi bahan bakar refused derived fuel (RDF) atau solid recovered fuel (SRF) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pencampur/cofiring batubara pada PLTU atau sebagai bahan bakar. Rencana TPS akan dibangun di Dusun Butus, sebelumnya sudah sempat ditolak warga Tegal Bengkak dan Desa Adat Komala.

Di mana Warga Tegal Bengkak dan Desa Adat Komala, Desa Bhuana Giri menolak tegas rencana pengelolaan sampah areal Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Bhuana Giri di Karangasem, Selasa (16/3/2021). Penolakan itu disampaikan ketika pertemuan rencana usaha pembangunan industri pengelolaan sampah dengan Pemerintah Karangasem dengan pihak ketiga PT Graha Guna Karya dengan Dinas Lingkungan Hidup Karangasem. Pada kesempatan itu, bahkan Kepala DLH Karangasem, I Gede Ngurah Yudiantara, Prebekel Desa Bhuana Giri I Nengah Diarsa, Bendesa Adat Komala I Wayan Putu. Namun dengan kembalinya rencana TPS di Dusun Butus yang masih berbatasan langsung dengan warga Dusun Tegal Bengkak dan Desa Adat Komala tetap ditolak masyarakat.
Sedangkan warga Butus dengan lokasi rencana TPS letaknya berjauhan karena dibatasi oleh sungai. Karena masyarakat Dusun Tegal Bengkak dan Desa Adat Komala lebih dekat dengan rencana TPS dibangun, sehingga masyarakat menolak. “Tiang terus menolak untuk itu, tetapi karena kita beda wilayah secara administrasi, dan batas barat adalah jalan raya bukan penduduk, maka kita dari barat jalan tidak pernah diundang untuk sosialisasi,” kata Warga Tenggal Benggak Komang Kedep. Dirinya juga sudah menyampaikan keluhan itu dengan keras kepada Perbekel Bhuana Giri.

Hal serupa juga telah disampaikan ketika diundang oleh Pemerintah Daerah Karangasem beberapa waktu yang lalu. Termasuk penolakan disampaikan ketika pertemuan pertama kali pihak ketiga ketika tanggal 16 Maret 2021. Apalagi untuk pembangunan industri sampah, pihaknya tentu belum bisa menerima, mengingat kekhawatiran akan dampak lingkungannya. Pemilihan tempat TPS dihulu juga dipertimbangkan kembali karena banyak sumber mata air dibawah yang menjadi penghidupan warga baik untuk konsumsi maupun pertanian. Selain itu, beberapa perwakilan masyarakat dan Tokoh Adat Komala ke Balai Desa untuk berdialogis dengan Kepala Desa dalam hal perencanaan TPS pada Kamis 16 Juni 2021.
Penolakan dari warga Desa Adat Komala bukan permasalahkan tempat pembangunannya, penolakan dikhususkan masalah pencemaran lingkungan dan udara.
Perlu diketahui bahwa kawasan Desa Adat Komala adalah paru-parunya kota Kabupaten Karangasem. Nah, bagaimana kelak jika perencanaan pembangunan TPS tersebut benar adanya. Salah satu warga masyarakat Desa Adat Komala yang tidak mau sebut namanya, katanya “Setahu saya, desa adat urusannya tentang seni, budaya, dan agama,” kata sumber itu. Sedangkan Desa Dinas urusanya mengenai administratif, perijinan, dan fasilitatif di Pemerintahan Desa,” katanya.

Seharusnya pihak desa sebelah, setidaknya ada pemberitahuan kepada desa penyanding bahwasanya perencanaan akan dibangunnya TPA baru. Demi menjaga keutuhan kerukunan antar desa, sesama nyama braya Bali hidup tenteram dan damai dan saling menjaga lingkungan hidup, penghijauan dan sebagainya. Dengan adanya beberapa penerimaan masyarakat dari desa sebelah dengan perencanaan pembangunan TPA baru akan mempengaruhi lingkungan hidup masyarakat desa lainnya dari tempat pembuangan sampah tersebut, otomatis pencemaran udara di lingkungan sekitarnya. Kenapa beberapa masyarakat desa sebelah menyetujui, karena masyarakat tersebut jauh dari kawasan perencanaan pembangunan TPS, cuma hanya masyarakat yang persis jaraknya dekat dengan batas teritorial desa adat sebelah, bersikukuh menolak, jika tidak diajak duduk bersama untuk membicarakan dan mencari solusi terbaik.
Ini pokok pembahasan paling utama diperhatikan terlebih dahulu sebelum berkelanjutan. Untuk itu, masyarakat dan tokoh Desa Adat Komala memohon kepada Pemerintah Karangasem untuk mengkaji ulang perencanaan pembangunan TPS tersebut agar tepat guna di lingkungan masyarakat, sesuai dengan Amdal lingkungan hidup. Hal senada Tokoh Masyarakat Bhuana Giri Made Mertawan juga menegaskan penolakan terhadap rencana pembangunan tersebut karena dampak lingkungan, pencemaran udara dan limbah yang dihasilkannya. “Mengingat letaknya jauh lebih dekat dengan warga kami ketimbang warga Butus yang setuju, bahkan setelah dicek di lapangan tidak semua masyarakat Butus memberikan dukungan terhadap rencana tersebut,” ujarnya.

Untuk itu, pemerintah Karangasem tidak gegabah memberikan perijinan terhadap pembangunan tersebut karena berkaitan dengan lingkungan hidup. Bahkan pembangunan itu dinilai tidak sejalan dengan Keputusan Gubernur Nomor 381/03-P/HK/2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat. Belum lagi, Desa Adat Komala tengah mengembangkan desa wisata termasuk sudah berupaya mengelola sampah berbasis sumber. Desa Bhuana Giri juga salah satu sumber mata air dan letaknya tidak jauh dari Kota Amlapura dibawah Gunung Agung. Ada Pura Penataran Agung Nangka yang sudah diakui oleh Pemkab Karangasem dan Provinsi Bali, patut dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat sekitar baik lingkungan hidup dan terhindar dari pencemaran udara. Sedangkan, Penyarikan Pengurus Desa Adat Nangka Warga Ngurah Alit justru menyambut baik rencana pembangunan TPS tersebut.
Dikarenakan TPS tersebut akan memberikan solusi permasalahan sampah yang ada di Butus, karena selama ini memang dikeluhkan warga baik pada musim panas maupun hujan. “Ini salah satu opsi yang diterima, dimana masyarakat sudah trauma masalah sampah, semoga kehadiran TPS bisa mengobati dengan janji yang sudah disampaikan,” ujar Ngurah Alit. Kontribusi yang juga akan diberikan kepada warga yakni tenaga kerja sebesar 40 persen. Sementara itu, Kepala DLH Karangasem, I Gede Ngurah Yudiantara dikonfirmasi Atnews terkait pernyataan persetujuan warga Butus menerima rencana pembanguanan TPS belum dijawab hingga berita ini diturunkan. Namun, Kadis DLH Karangasem Yudiantara pernah menyatakan bahwa anggaran pengelolaan TPS akan dikeluarkan oleh perusahaan.

“Semua dari PT, Pemerintah tidak ada mengeluarkan anggaran,” ungkap Yudiantara. Perusahaan tersebut hanya perlu sampah untuk diolah menjadi bahan bakar, masalah FS, tentu telah dikaji oleh Pemrakarsa.Di sisi lain, Dosen Program Studi S2/S3 Ilmu Lingkungan Universitas Udayana, I Gede Hendrawan, Ph.D mengharapkan, rencana pembangunan TPS sebaiknya dilakukan sosialisasi dengan baik dan dijelaskan dengan lengkap, serta di diskusikan dengan terbuka. Setiap teknologi memiliki kelebihan dan kekurangan, dan teknologi juga harus mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang ada. “Bagi saya, tidak ada yang salah dengan teknologi sepanjang dapat menyelesaikan masalah persampahan tanpa menimbulkan maslah baru,” kata Hendrawan. Jikapun ada masalah dengan teknologi tersebut, maka harus dapat dipastikan masih dalam batas yang toleransi, dan untuk jangka panjang harus disiapkan teknologi yang lebih baik. Apakah teknologi tersebut dapat dilakukan disini dengan kondisi/karakter sampah yang berbeda, juga masih menjadi pertanyaan, meksipun beberapa negara Eropa sudah menerapakan, dirinya pun belum mengetahui tingkat keberhasilannya.
Masalah sampah sama dengan masalah sakit yang diderita seseorang yang sudah komplikasi, maka satu obat bisa jadi akan memberikan dampak untuk penyakit lainnya, namun jika urgent harus diberikan terlebih dahulu untuk meredakan penyakit yang paling serius dan kemudian mengobati penyakit yang lainnya. Maka dari itu, Amdal menjadi sangat penting untuk kegiatan yang memberikan dampak penting dan dampak besar bagi lingkungan. Perwakilan Masyarakat yang di wakili oleh organisasi yang kegiatannya terkait dengan Lingkungan Hidup merupakan bagian dari Tim Penilai. Dan pemaparan kajian Amdal wajib mengundang anggota atau tokoh masyarakat. aya/ama/ksm

Saya kira apapun yg di buat program penerintah pasti sdh di pertimbangkan sgei negatifnya, namun saya kira pemda tdk boleh gegabah menempatakan teknologi di wilayah yg sesuai aturan dari alih fungsi lahan jgn sampai korbankan masyarakat sekitarnya kita bukan tdk mendukung teknolohi dlm peroses sampah, namun jgn sampai ketika pemerintah otoriter dlm pelkasanakan program dan wajib ijin2 dari pusat jelas dan tdk buat polusi buruk di lingkungan wikayah proses sampah nantinya, ijinnya wajib transparan kepada masyarakat di sekitarnya