Produksi 100 Ton per Tahun, KPwBI Bali Genjot Kakao Jembrana Tembus Pasar Eropa
Jembrana, PancarPOS | Selain melakukan peresmian Desa Wisata Blimbing Sari sebagai Desa Wisata Digital berbasis QRIS, Bank Indonesia juga melaksanakan rangkaian kegiatan panen kakao di Desa Ekasari yang juga sudah terdigitalisasi. Menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Propinsi Bali, Trisno Nugroh, proses panen kakao di Desa Ekasari selain sudah sesuai dengan protokol kesehatan juga telah di digitalisasi untuk proses dari kakao menjadi cokelat hingga pembayarannya sudah diproses dengan QRIS baik untuk penjualan produk. “Produksi buah kakao yang berkualitas di Kabupaten Jembrana, membuat komoditi pertanian ini bisa menembus pasar ekspor, terutama pasar Eropa,” katanya di perkebunan Desa Ekasari, Melaya, Jembrana, Rabu (22/7/2020).
Disebutkan, selain Eropa beberapa negara yang sudah mengimpor kakao petani Jembrana Bali ini, juga menembus pasar di Perancis, Jepang dan Finlandia. Kualitas kakao yang diproduksi petani Bumi Mekepung tersebut, semakin diperkuat dengan pengakuan dari lembaga uji mutu internasional. Di desa ini memiliki luas lahan sekitar 600 hektar dengan produksi sekitar 75 ton hingga 100 ton per tahun. Pihak KPwBI Bali ingin menggenjot dan menumbuhkan semangat baru petani setempat untuk terus maju dengan memberikan bantuan peralatan dan transportasi pengangkutan hasil panen serta pendampingan agar terus berkembang. Selain itu berusaha dengan perbaikan mutu serta meningkatkan kompetensi untuk menembus target pasar ekspor.
Pada kesempatan itu, juga hadir Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Bupati Jembrana, I Putu Artha, Anggota DPR RI IGA Rai Wirajaya, Dirut Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma, SH.,MH., melakukan panen bersama. Menurut Bupati Jembrana, I Putu Artha, SE, prestasi petani Jembrana yang ditorehkan saat ini yaitu biji kakao fermentasinya mendapatkan pengakuan ‘Cacao Of Excellence’. Penghargaan ini didapat oleh Biodiversity International yang didukung oleh Salon Du Chocolat di Paris pada tahun 2017. Mahalnya kakao asal Jembarana ini lanjutnya karena biji kakao yang dihasilkan besar-besar. Itu artinya kandungan lemak coklatnya banyak. Dalam kakao, lemak coklat inilah yang dicari dan harganya memang mahal. Semakin banyak kandungan lemak coklatnya, semakin mahal harga jualnya.
Pada kesempatan itu, Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, mengatakan keberhasilan petani kakao di Jembrana, diharapkan bisa dilakukan oleh petani kakao lain di Bali. Sayangnya, petani kakao di Bali kebanyakan masih mengolah biji kakaonya secara non fermentasi dan lebih banyak tidak melakukan perawatan tanaman bsik pemupukan dan pemangkasan secara rutin. Akibatnya biji kakao yang dihasilkan kurang optimal. “Dengan Kepedulian BI ini kami harapkan bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas kakao ke depannya,” harapnya. tim/jmg