Ekonomi dan Bisnis

KUR BRI Jaga Usaha Pengrajin Pelangkiran Tetap Eksis Pasca Pandemi


Tabanan, PancarPOS | Kerajinan kayu merupakan salah satu usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM yang biasanya juga memproduksi berbagai jenis ukiran. Produk kerajinan tangan ini, biasanya mengadopsi budaya kearifan lokal dan warisan turun-temurun dari nenek moyang, termasuk di Bali, hingga sampai ke tangan para generasi pengrajin masa kini. Pengrajin kayu akan mampu memproduksi berbagai jenis ukiran yang mengadopsi budaya kearifan lokal, namun masih menggunakan peralatan yang sederhana, seperti palu, pahat, gergaji dan lainnya. Adapun jenis produk kayu yang dibuat saat ini, salah satunya pelangkiran kayu polos atau ukir yang cukup banyak permintaan pasarnya di seluruh Bali. Apalagi selain sebagai daerah tujuan wisata dunia, Pulau Bali juga mempunyai potensi di bidang industri kerajinan kayu, sekaligus menjadi salah satu sentra ukiran kayu di Nusantara. Hal ini didukung dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan ahli dalam kerajinan seni ukir kayu. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan ada juga pengrajin kayu yang menjalankan usaha kerajinan pelangkiran kayu yang masih potensial untuk dikembangkan. Pelangkiran yang biasa dikenal di Bali, sebagai salah satu media pemujaan Tuhan yang digunakan oleh umat Hindu, khususnya di Bali. Bentuknya simpel dan praktis dengan bahan berupa kayu dan dilekatkan di tembok. Menariknya, pelangkiran oleh umat Hindu di Bali tidak hanya diletakkan di satu tempat, melainkan juga bisa di setiap kamar, dapur, warung, perahu, bahkan mobil. Tentunya kembali ke fungsi, yakni tempat pangayatan atau pemujaan. Melalui Pelangkiran tersebut, umat Hindu bisa mendoakan orang tua, beserta keluarga, agar senantiasa sehat dan terlindungi. Berbagai fungsi tersebut, membuat umat Hindu kerap menghaturkan rarapan atau oleh-oleh di pelangkiran, baik berupa makanan atau minuman, ketika datang dari bepergian.

Dengan tulus umat Hindu akan menghaturkan makanan atau minuman sebagai ungkapan terima kasih, karena telah mendapat keselamatan atau memperoleh sesuatu yang dicari. Oleh karena itu, jangan heran, ketika umat Hindu menyempatkan mampir untuk membeli rarapan guna dipersembahkan kepada Tuhan dan leluhur. Dari filosofi pelangkiran ini, sebagai contoh pada hakekatnya agama Hindu sangat fleksibel. Bahkan melalui pelangkiran ini, bagi umat Hindu yang tinggal di luar Pulau Bali, karena sedang ada di rantauan, juga tidak perlu merasa jauh dari Tuhan, apalagi leluhur. Namun demikian sewaktu-waktu tentunya, seperti agama lainnya, umat Hindu perlu membagi waktu untuk pulang ke kampung halaman dan bertemu dengan keluarga, demi menjaga silaturahmi dan rasa kebersamaan. Berkenaan dengan hal tersebut, usaha pengrajin pelangkiran di Bali juga akan ikut menikmati keuntungan, karena sejalan dengan keyakinan umat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dalam manifestasi tertentu, sehingga harus membeli dan memasang pelangkiran. Rai Sucipta salah satunya, sebagai pengrajin muda di Bali mengakui awalnya menggeluti bisnis ini hanya sekedar hobi dari keahlian mengukir yang telah diwariskan oleh orang tuanya secara turun temurun. Seperti usaha membuat pelangkiran kayu yang diukir atau pun kayu polos sebagai produk handycraft yang telah lama dijalankan di Banjar Tegal, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali. Selain sebagai tempat tinggal, juga digunakan untuk mengolah produk kayu yang dikategorikan kerajinan seni yang dibuat dalam jumlah banyak, karena merupakan produk massal yang bukan limited edition. Nilai produk dan lama pengerjaannya, juga akan sangat mempengaruhi nilai jual. Kalau terlalu mahal karena produksinya sulit, maka akan sulit terjual. Oleh sebab itu, ia dibantu beberapa pengrajin harus mencari berbagai terobosan, agar bisa lebih kompetitif dengan merancang pelangkiran yang sederhana, namun tetap sesuai pakem (ukuran standar) yang ada.

Pengrajin pelangkiran kayu, Rai Sucipta bersama para pekerjanya. (foto: ama)

Dalam bisnis kerajinan tangan ini, kata Rai biasanya dipanggil, saat ditemui pada Jumat (12/4/2024) mengakui inovasi merupakan salah satu kunci untuk menjadi sukses. Karena pada dasarnya bisnis kerajinan tangan termasuk industri kreatif, sehingga inovasi akan membuat produk handmade menjadi lebih menonjol di pasar dan tidak mudah ditiru atau dimodifikasi oleh kompetitor. Untuk membuat produk kerajinan tangan yang lebih inovatif, caranya dengan mengamati tren pasar dan diterapkan pada pengembangkan produk pelangkiran yang dibuatnya. Sejalan dengan keindahannya, kualitas produk pelangkiran dengan ukiran Bali yang sudah mendunia ini, ternyata lebih banyak diminati dan mendapat pesanan. Selain itu, juga harus menggunakan material kayu yang lebih bermutu tinggi, seperti kayu jati, kayu nangka, maupun kayu cendana dan jenis kayu-kayu lain yang terbukti kualitasnya akan dapat lebih bertahan. Apalagi kadang kala, ada juga pelangkiran yang biasanya dipasang outdoor atau di luar ruangan, sehingga harus menggunakan bahan baku yang lebih kuat agar bisa tetap bertahan, meskipun terkena hujan dan sinar matahari langsung. Beda kelas dan kualitas inilah yang membuat pelangkiran dibuatnya selama ini, selalu menarik banyak pembeli, baik untuk dijual kembali atau pun langsung dipasang untuk digunakan sendiri. Pundi-pundi penghasilan tidak terasa juga terus mengalir, sehingga makin memantapkan jiwa wirausahanya untuk terus mengembangkan usaha memproduksi pelangkiran. Untuk harga pelangkiran, juga dijual dengan harga beragam mulai dari Rp100 ribu sampai Rp300 ribu. Bahkan ada juga pesanan khusus sampai dibandrol Rp500 ribu, karena harganya akan disesuaikan dengan bahan baku dan ukurannya. “Saya bersyukur usaha rumahan yang saya coba kembangkan ini, bisa laku terjual dan banyak yang menjadi pelanggan,” bebernya.

Sayangnya, beberapa tahun kemudian usaha Rai yang sudah berjalan lancar, tanpa disadari akhirnya juga ikut terguncang. Apalagi sebagian besar semua sektor usaha di Bali terkena imbas dari dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan penjualan produknya ikut meorosot, jika dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya. Akibat nasib miris yang terjadi di pertengahan tahun 2020 tersebut, menyebabkan penjualan pelangkiran saat itu, juga sangat menurun drastis. Kondisi berbeda dibanding sebelum pandemi, di mana dalam seminggu sudah mampu menjual kurang lebih 30 sampai 50 pelangkiran dari pesanan para pelanggannya, sehingga bisa meraup omzet sampai Rp25 juta per bulan. “Permintaan waktu itu sangat sepi sekali. Paling membuat pelangkiran hanya untuk mengisi waktu, biar terlihat ada barang saja,” jelas pengrajin yang telah dari tahun 2016 lalu tetap setia mengeluti usaha produksi pelangkiran ini. Sebelum pandemi, lanjutnya setiap rahinan tertentu (hari Purnama dan Tilem di Bali) biasanya pasti ada saja yang membeli atau memesan dari 3 hingga 5 pelangkiran. “Dekat-dekat rahinan (hari, red) Purnama biasanya banyak yang membeli. Sekarang, ya lihat saja sendiri begini barangnya,” ujarnya. Tidak hanya menjual saja yang sulit, tapi harga bahan baku juga ikut semakin meningkat. “Harga bahan baku juga mulai naik saat itu, mulai dari kayu dan cat juga,” keluhnya, sembari mengakui sempat untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terpaksa harus mencari hutang dahulu kemana-mana. Namun untungnya, nasib baik juga berpihak kepada Rai, karena 3 tahun kemudian atau sekitar tahun 2023 lalu, tanpa diduga usahanya bisa mendapat kucuran bantuan dana kredit usaha rakyat (KUR) dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., atau BRI sebesar Rp200 juta. “Pada saat itu, usaha mulai pulih. Tapi modal saya tidak punya. Untungnya ada KUR dari Bank BRI yang datang membantu untuk menjaga usaha saya ini, tetap eksis hingga di pasca pandemi. KUR BRI ini memang sangat membantu usaha saya,” bebernya.

Produk kerajinan tangan, berupa pelangkiran kayu polos atau ukir yang cukup banyak permintaan pasarnya di seluruh Bali. (foto: ama)

Karena penjualan juga belum terlalu pulih, dan permintaan masih belum normal, ia kemudian berinovasi dengan membuat semua produk pelangkiran dengan bahan baku yang lebih efisien. Selain itu, sisa dana pinjaman KUR dengan tenor 4 tahun itu, menjadi suntikan modal bagi Rai untuk mengembangkan usaha yang dibantu istrinya dengan membuka kios yang dilengkapi dengan Agen BRILink. Bahkan, berkat suntikan modal tersebut, ia bersama para pengrajin lainnya, juga mulai mencoba menjalankan usaha baru dengan belajar membuat palinggih sanggah (tempat pemujaan umat Hindu) di pura atau merajan. “Sudah jarang buat pelangkiran, dan sekarang sudah belajar buat merajan dan pura. Ya masih proses sambil belajar sikut-sikutnya (ngukur-ngukur) dulu. Tapi tetap masih bikin pelangkiran juga, tambah bikin sanggah sekarang,” terangnya. Karena itulah, ia merasa sangat terbantu dengan pembiayaan KUR dari BRI, terlebih bunga pinjaman yang ringan dan persyaratan pengajuan yang mudah. Kini setelah mendapat pembiayaan KUR, pihaknya berharap ke depannya makin banyak program pinjaman yang diberikan oleh BRI kepada para pelaku UMKM, seperti dirinya. Karena Rai berkeinginan keras untuk tetap mempertahankan eksistensi pengrajin di bidang ukir kayu untuk produksi pelangkiran, dengan harapan ada dukungan dari BRI untuk memfasilitasi dan memberikan wadah bagi pengrajin ukir kayu yang ada di Tabanan. “Saya ingin ke depan warga Desa Kukuh juga tetap eksis di bidang seni ukir dan dapat menularkan kreativitas ini kepada anak-anak muda.”katanya. Di samping itu, ia juga berharap Pemerintah Kabupaten Tabanan, juga ikut mendukung dengan memberikan fasilitas kepada para pengrajin ukir. Apalagi masih ada banyak seniman ukir di Tabanan yang tidak kalah dengan daerah lainnya. “Kami berharap pemerintah daerah turun tangan langsung membicarakan ini dengan para pengrajin dan seniman ukir di Tabanan. Ayolah kita ngobrol bersama bahas seni ukir khas Tabanan. Kami butuh fasilitas untuk eksistensi ini semua,” harapnya.

Perlu diketahui, Desa Kukuh sebagai salah satu dari 16 desa yang ada di Kecamatan Marga, Tabanan yang mempunyai komoditi usaha utama, dari kerajinan berbahan kayu, batu padas, dan kerang. Seperti diungkapkan secara terpisah, Perbekel Desa Kukuh, I Made Sugianto menegaskan pengrajin ukir di Desa Kukuh, termasuk usaha memproduksi pelangkiran ini, berawal dari banyaknya warga yang biasa bekerja sebagai tukang ukir. Apalagi pengrajin ini sudah melihat pasar ukir yang sangat membludak dan banyak peminat, terlebih lagi Bali sebagai daerah tujuan pariwisata yang akan selalu membutuhkan pengrajin dan seniman ukir. Jenis-jenis barang yang dijual selain pelangkiran, juga ada berbagai varian pintu dan jendela ukir, antara lain bale bengong, dan rumah style Bali. “Jangkauan penjualan produksi pengrajin kayu dan ukir di desa kami sudah hingga luar Bali. Bahkan sudah banyak peminat oleh masyarakat Hindu di luar Bali yang tinggal di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Kelebihan dari produk ini adalah lebih dominan relasi yang dimiliki usaha ukir ini begitu banyak. Dan juga kelebihan dari usaha ini sudah memiliki banyak kenalan, jadi usaha ukir ini sangat terkenal di desa kami,” tegasnya. Sayangnya, sejak dilanda dampak pandemi Covid-19 menyebabkan banyak usaha tersebut yang terpaksa gulung tikar atau mencoba memilih usaha lain, seperti mengolah lahan pertanian. Di sisi lain, ternyata masih banyak pengusaha yang takut mengajukan pinjaman modal usaha kepada pihak perbankan. “Alasannya beraneka ragam, mulai dari kekhawatiran permohonan kredit ditolak, tidak punya jaminan, hingga tingkat suku bunga pinjaman yang menurut mereka masih tinggi. Jadi banyak pengusaha atau pun pengrajin yang saat itu diam-diam sedang butuh modal segar,” bebernya.

Salah satu pengrajin yang sedang memahat ukiran di pelangkiran kayu. (foto: ama)

Terkait persoalan itu, Pemimpin Cabang BRI Singaraja, Panji Kurniawan menyarankan sebaiknya pengusaha baru tidak langsung meminjam kredit dalam jumlah besar sebagai dana segar. Biasanya, bank juga akan membatasi pinjaman hanya 70% dari total nilai usaha, sementara itu sisanya sebesar 30% harus dipenuhi sendiri oleh nasabah. “Jika bisa, pinjaman ke bank lebih kecil dari modal sendiri,” jelasnya. Nah, salah satu sumber dana segar yang bisa didapatkan oleh pelaku UMKM melalui KUR BRI tahun 2024. Dijelaskan, KUR BRI merupakan salah satu pinjaman yang banyak diminati oleh pelaku usaha, karena persyaratan yang cukup mudah dan lokasi bank yang mudah dijangkau. KUR sendiri merupakan program pemerintah untuk mendukung UMKM dengan kebijakan memberikan pembiayaan modal kerja melalui lembaga keuangan. Melalui pinjaman KUR BRI tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik, seperti para pengrajin ukir dan usaha produksi pelangkiran kayu dari memulai usaha hingga memperbesar usaha dengan pinjaman modal yang diberikan tersebut. Dibeberkan, untuk target KUR di wilayah Buleleng tahun 2024 sebesar Rp550,9 miliar yang terdiri dari KUR Mikro dan Super Mikro sebesar Rp493,9 miliar serta KUR Ritel sebesar Rp57 miliar. Namun sektor yang paling banyak menyerap KUR di tahun 2023 sebelumnya, adalah sektor pertanian dan perikanan sebesar 53 persen, dan sisanya di sektor perdagangan dan industri sebesar 36 persen. Makanya tidak heran, jika KUR BRI banyak ditunggu tunggu oleh calon debitur yang ingin melakukan pinjaman dengan menyiapkan berbagai persyaratan yang dibutuhkan. “Saat ini KUR BRI 2024 sudah dibuka bagi nasabah yang ingin mengajukan pinjaman modal usaha. Cukup siapkan syarat yang dibutuhkan lalu datang langsung ke kantor bank BRI terdekat atau ajukan secara online di kur.bri.co.id, maupun lewat aplikasi BRImo,” beber Panji nama bekennya itu.

Kelebihan dari KUR BRI yang membuat masyarakat tertarik, karena bunganya yang sangat rendah dan proses pinjamannya juga mudah. Pengusaha atau pun pelaku UMKM bisa mendapatkan pinjaman hingga Rp500 juta dengan periode pembayaran cukup lama, sampai 5 tahun dan biaya cicilan rendah mulai dari Rp30 ribu saja. “Kami harap pelaku usaha dapat segera menyiapkan dokumen sesuai persyaratan yang ditentukan, agar bisa mendapatkan pinjaman dari program KUR BRI 2024,” terangnya, seraya meminta sebelum melengkapi berkas pengajuan, perlu juga diketahui terlebih dahulu bahwa program pinjaman KUR BRI dibagi dua, yaitu KUR mikro dan KUR kecil. Program pinjaman uang di KUR mikro, maksimum pinjaman yang bisa didapatkan sampai dengan Rp50 juta. Jenis pinjaman kredit modal kerja atau KMK akan mendapatkan kesempatan maksimum masa pinjaman 3 tahun. Jenis pinjaman kredit investasi atau KI akan mendapatkan kesempatan maksimum masa pinjaman selama 5 tahun. Adapun besaran suku bunga efektif untuk KUR mikro BRI adalah 6% per tahun. Jenis program KUR kedua, adalah KUR kecil dengan nominal pinjaman diberikan pada kisaran Rp50 juta sampai Rp500 juta. Peminjam untuk jenis pinjaman kredit modal kerja atau KMK di program KUR kecil BRI memperoleh masa pinjaman maksimum 4 tahun. Peminjam yang memilih jenis pinjaman kredit investasi atau KI di program KUR kecil BRI ini, bisa memperoleh masa pinjaman maksimum 5 tahun. “Suku bunga efektifnya sebesar 6% per tahun harus menyerahkan agunan sesuai persyaratan BRI yang ada di wilayah pelaku usaha. Sebab setiap wilayah berbeda persyaratan dan ketentuannya,” pungkasnya. ama/ksm

Baca Juga :


Back to top button